Pages

Jumat, 13 Januari 2017

Warna-Warni Seni Bela Diri


Sebelum memutuskan suatu perkara, saya kerap menanyai pendapat orang-orang kepercayaan. Salah satunya, Emak, meski pada awalnya Mak menentang pilihan saya, lagi-lagi karena saat itu tugas akhir masih istirahat di tempat. Mak khawatir, waktu dan pikiran saya akan terkuras ke hal lain yang tidak berhubungan dengan tugas akhir. Yah, namanya juga anak pertama. Entah faktor bawaan, entah pun karena memang wataknya demikian. Jika keinginannya sudah bulat, lanjutkan! 

Survey membuktikan besar kemungkinan memang seperti itu, namun jangan lupakan kemungkinan sekecil apapun yang menunjukkan sebaliknya. 

Akhirnya saya memilih backstreet (cailah, bahasanya gaya amat) dari Emak. Pilihan yang akhirnya saya putuskan sendiri setelah beribu kali pikir. Ayah tidak tahu, tapi Ayah pernah mendukung keputusan ini. Keputusan untuk belajar bela diri. Awalnya saya merasa berdosa, tapi justru karena waktu saya terbagi dengan jadwal latihan, saya jadi lebih teratur mengelola waktu. Alhamdulillah tugas akhir selesai, mengajar privat jalan, mengajar di sekolah lanjut, dan ada aktivitas baru yang saya rasa sangat berguna untuk saya pribadi. Sambil menyelesaikan tugas akhir, saya menyisipkan waktu untuk mengikuti seni bela diri Hapkido.  

Berbeda dengan karate dan taekwondo yang santer terdengar dan akrab di telinga, seni bela diri asal Korea ini memang belum begitu populer di Aceh. Sebelum memutuskan untuk bergabung, saya mencoba riset di berbagai literatur, tentu saja dengan bantuan eyang Google dan saya rasa nge-klik disini. Banyak pendapat yang menyatakan pro dan kontra terhadap bela diri, namun saya menyerahkan sepenuhnya urusan ini kepada Allah saja-saja. 

Untuk itu, tiap harinya wajib bagi saya untuk tidak hanya mengupgrade skill, namun perlu juga untuk mengupgrade niat. Pernah suatu ketika saya ditanyai oleh seorang gadis yang usianya kisaran 3 tahun di bawah saya, ‘kok baru sekarang ikut bela diri? Maunya kan dulu pas masih muda’.

Kriiikkk,,, kriiiik,, Dalam hati bergumam, 'pertanyaan macam apa itu?' Huft berjuta-juta!

Andailah ia tahu, bahwa sudah sedari dulu saya berhasrat untuk ikut bela diri. Namun keinginan itu berbenturan dengan fokus saya di bidang akademik. 

Jawaban terbaik yang saya punya saat itu adalah ‘emangnya bandit kenal usia ya?’, dengan raut wajah yang sengaja dipolos-poloskan. >_<

Heuheu.. terserahlah apa kata dunia. Awalnya ingin balas telak seperti ini, ‘Harusnya Aceh bangga punya pemudi seperti saya, meski sudah tak lagi muda, tapi masih terus mau belajar. Nah kamu? Masih muda, kan? Tapi kok eeeeenggg....’. gitulah ya kira-kira. Tapi apalah daya, saya tidak hobi, lebih tepatnya, berusaha untuk tidak menyakiti, meski lebih seringnya malah saya yang tersakiti. Hohohoho.. *biar gak serius kali. ^_^

Sabtu, (7/1) lalu, kami menampilkan beberapa aksi untuk acara pelantikan pengurus provinsi Hapkido Indonesia. Meski masih anak bawang, alhamdulillah saya diberi kesempatan dan ini kali pertama saya mengambil bagian dalam atraksi bela diri. Awalnya sempat ngedrop dan harus berkali-kali memastikan agar perut tidak mules di atas panggung. Alhamdulillah atraksi kami berjalan dengan cukup baik dan disambut meriah oleh tepuk tangan dari tamu undangan.

Berikut dokumentasi alakadar yang saya punya. Maklum, hape kitorang gak mampu menampung banyak foto, apalagi buat foto. Beeuuughhh.. peucaah!
Jadi, terima sajalah beberapa ke-alay-an kami ini. 

Jepret-jepret pasca UKT

Saat-saat dimana, yaaah kadang memang kita susah menghindari 
ketidak-kompakan. Yang penting bek panik, beu tenang, 
dan bek goyang. :D
Ladies kehabisan gaya. Akhirnya cuma pose senyum aja ^^

udah pegang kamera, mana ada cerita foto sebijik >_<
Formasi menjelang atraksi. Hapki!
Langkah awal yang cukup baik. Semoga ke depan Hapkido Indonesia, khususnya Aceh bisa terus awet dan berjaya.