Kekalahan
terbesar dalam hidup saya saat ini adalah kalah menghadapi nafsu. Hingga
akhirnya kalah melawan waktu yang terus beranjak tanpa ba bi bu. Terseret arus,
sampai akhirnya tergerus dan harus menahan malu.
Dengan
rentetan kisah hidup yang mendrama, saya bersyukur punya seorang sahabat yang
mampu mendongkrak semangat saya yang tengah lesu. Satu kalimat sederhana yang
sampai sekarang masih saya ingat adalah, “tetap percaya diri ya”. Seolah ia
paham, saya tengah dibadai defisit percaya diri. Layaknya aborsi, kepercayaan
diri saya tamat bahkan sebelum sempat berkembang.
Tak
berlebihan rasanya jika saya mengatakan sahabat saya ini memiliki sikap bijak
yang harus saya teladani, lagi dan lagi. Sebab ia pernah tidak sengaja
barangkali ‘menjawir telinga’ saya agar tak perlu mengurusi hidup orang lain
terkait aib. Kenapa saya katakan tidak sengaja? Baca lagi kelanjutannya ya. :D
Ada
satu dialog, dimana saat itu saya tengah bercerita tentang kekonyolan saya yang
suka berkumur-kumur, kemudian menelan air kumuran tersebut, dan ternyata
disaksikan oleh sepasang mata indah lain. Pemilik mata tersebut merasa heran
dengan ‘aksi’ itu, lalu memberanikan diri untuk bertanya, “kenapa ditelan?”.
Tanpa berpikir panjang, saya hanya mampu menjawab, “Kan sayang kalau dibuang”.
Gadis pemilik mata indah ini pun tertawa terpingkal-pingkal hingga saya harus
menahan gejolak ingin bertanya sebabnya apa.
Saya
menceritakan kembali kisah ini ke Dini, sahabat saya, yang akan menjadi tokoh
dalam tulisan ini. Ia pun tak kalah hebohnya dalam menertawakan saya, namun
dengan gaya yang lebih elegan. Ketawanya Dini sangat berkelas, masih mampu
mempertahankan sisi anggunnya.
Satu
hal yang saya kagumi dari sosok Dini ini, jika ia akan memuji seseorang, maka
ia akan total sekali melakukannya. Pilihan kata yang ia gunakan tidak
tanggung-tanggung hingga bisa bikin hidung mekar, wajah mesem-mesem dan merasa
kehilangan pijakan, seperti yang ia lakukan pada bagian cerita di kalimat
berikut.
“Helka
ini lucu ya. Biasanya air kumur itu dibuang”, jelasnya singkat. Saya yang
mendengar hanya bisa ber-‘oh ya?’. Ketidakpedulian akan sekitar membuat saya
luput memperhatikan kebiasaan kumur-kumur ini. Heuheu.. dan ketahuilah, Dini
punya kebiasaan mengganti kata aneh menjadi lucu. Ia secara frontal mengakui
kalau saya ini orang yang humoris, yang nyatanyaaaa.. ah, teman-teman pasti
lebih tahu.
“Tapi
Helka ini, satu-satunya temen Dini yang gak pernah menceritakan orang lain. Gak
pernah bercerita tentang keburukan orang lain”, hingga tanpa sadar kalimat ini
ditutup dengan membincangkan orang lain. Keh keh keh.. sepertinya Dini khilaf
saat mengatakan kalimat di atas. Wkwkwkwkwk..
Itulah
mengapa tadi saya katakan ia mampu ‘menjawir telinga’ saya secara tidak
sengaja. Mau tak mau, ucapan yang saya rasa khilaf ia ucapkan itu begitu
membekas hingga saat ini. Ucapan itu berhasil membungkam keinginan saya saat
pernah ingin membicarakan orang lain. Ketahuilah, perbincangan bersama wanita
kerap dibumbui dengan tokoh-tokoh yang tak berada di tempat perbincangan.
Wallahu a’lam. Istilah kerennya itu bergosip. Menebar aib orang lain tanpa
solusi. Hanya untuk kepuasan dan sensasi. Apalagi yang nulis ini. Lupa akan
diri yang hanya tong tak berisi.
Perihal
ini pernah Ayah kemas dengan kalimat apik, ”Tanyoe nah bek lagee asee, galak
that com-com brok gob. Adak ka ta teupeu na isu cerita hana get, bek tajak
keunan tajak peukrap droe. Adak lagee nyan, tanyoe harus ta jaga cit harga diri
ureueng laen. Bek tajak bahas nyan dikeu ureueng nyan.” Yang artinya kurang
lebih “Kita jangan seperti anjing, yang suka mengenduskan hidungnya untuk
mencium keburukan orang lain. Meski kita tahu ada isu yang tidak baik mengenai
si fulan, kita jangan mendekatinya dengan alasan ingin tahu kejelasannya
seperti apa. Ada baiknya kita juga menjaga harga diri si fulan.”
Oleh
karenanya, saya menjunjung tinggi sekali cita rasa hidup yang Dini pilih. Fokus
pada pengembangan diri. Bukan fokus melihat kekurangan orang lain untuk
‘meroketkan’ diri.
Hari
ini Dini genap berusia 24 tahun. Meski lebih muda 4 bulan dibandingkan saya,
Dini jauh lebih dewasa. Pengalamannya yang telah bertemu banyak orang, melihat
dunia yang lebih luas dibanding saya, mau tak mau sedikit mempengaruhi pola
pikir dan juga komunikasi. Maka untuk banyak hal, saya kerap menanyai dan
memintai sarannya.
Kesenangan
saat bersamanya adalah saat dia tak repot mengurusi dandanan pakaian yang
terkadang asal-asalan saya pilih. Sementara Dini, selalu tampil sederhana,
namun terlihat necis dan rapi, kontras sekali dengan penampilan saya.
Meski
memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi, tapi Dini selalu mengkhawatirkan
saya. *yang ini kegeeran sih sebenarnya
Bukan
tanpa alasan, Dini yang selalu ingin berbagi ini, selalu punya cara untuk
membantu temannya ini meski kini kita harus mengudara dulu untuk berjumpa.
Terkait skripsi saya, tak terhitung lagi bantuannya seperti apa. Saya yang
terkadang terpikir pun tidak, untuk menyelesaikan kewajiban satu ini, malah
Dini yang repot-repot mencari penyelesaiannya. Huft! Skripsi, yang sabar yaaa..
Tidak lama lagi. *ucapan yang sama sejak dua tahun yang lalu -_-
Survey
kecil-kecilan yang keabsahannya dipertanyakan membuktikan bahwa kita bisa
melihat watak teman saat menanyai skripsi ini. Untuk Dini, saya tidak ragu-ragu
untuk mengatakan yang bahwa ia begitu sabar dan keibuan. Mengerti kapan harus
menyentil tanya-tanya skripsi, dan kapan harus memberi jeda bertanya. Terkadang
saya harus menghindari beberapa teman yang sedikit bawel (tentu maksudnya
baik), namun yang terjadi, yaaah bersabarlah teman, menghadapi teman kalian
yang sedikit keras ini. Hehehe
Banyak
sekali pengalaman kocak, seru, jarang sih ada pengalaman sedih bersama Dini.
Karena kita sama-sama bukan pribadi yang melow dan terlalu berlarut dalam
kesedihan. Kalau sedih ya tidak perlu berlebay di hadapan teman. Kita sama-sama
bukan sosok yang ingin merepotkan dan menyusahkan orang lain. *sekayak
‘menjual’ diri ya. ^^
Semangat
Dini yang melebihi tinggi semampainya, berbanding lurus dengan sikap positive
thinkingnya. Satu hal lagi yang saya harus banyak-banyak untuk menyerap sifat
ini. Tipekalnya yang tidak hanya ingin sukses sendiri, terkadang bikin saya
malu. Saya kerap khawatir Dini akan tidak pede memiliki teman yang ‘gagal’
seperti saya.
Perasaan
‘gagal’ inilah yang selalu ingin dimusnahkan Dini. Maka meski kini tak lagi
menempati tanah yang sama, Dini masih kerap memotivasi saya untuk terus
bangkit. Mengejar ketertinggalan dengan bertanggung jawab. Satu-satunya
kekurangan Dini adalah, ia memiliki banyak sekali kelebihan. Yohuhuhuhu..
Untuk
Diniya, semangat mengejar gelar masternya ya. Dengan usia yang tak lagi muda
ini, semoga akan semakin bijak dan selalu tebarkan kebaikan dimanapun Dini
berada, seperti yang selama ini Dini lakukan. Tetap menjadi Diniya yang baik
hati, suka menolong dan rajin menabung saat nanti kembali ke tanah lahir.
With
love,
Helka
imut yang sedang berjuang. ^^