Pages

Sabtu, 03 September 2016

Untold Stories of Laskar Syu’ara 227


Mungkin bagi sebagian dari pembaca blog setia (kepedean yang tak tertolong) manjaddawajada3 ini (entah kenapa ada pakek 3 nya pulak), akan bertanya-tanya apa itu Laskar Syu’ara 227? (Padahal entah siapa yang bertanya-tanya. Entah siapa pun yang penasaran) *Ini kenapa jadi ngomong sendiri gini? Heuheu..
 
Yaaah..biarpun gak ada yang penasaran, tapi saya merasa penting untuk menulis ini. Hitung-hitung menstimulus diri. Sebab Laskar Syu’ara 227 itu adalah ... 

Kira-kira satu tahun yang lalu... (Biar kayak di film-film, ada alur mundurnya ^^)

Sebagaimana biasa, FLP Banda Aceh mengadakan kelas menulis tiap dua minggu sekali di rumcay. Kelas menulis yang dieksekusi pada saat itu adalah kelas menulis puisi yang dimentori langsung oleh senior kita di FLP, yaitu Kak Nuril. Saya tidak begitu mengingat apa isi materi kita saat itu. *Semoga kak Nuril gak membaca tulisan ini.

Satu hal yang jelas di ingatan, Kak Nuril mengawali pertemuan kelas kita saat itu dengan cara berbeda. Beliau meminta kesediaan salah satu dari kita untuk membuka Al-Quran dan mencari halaman untuk Surat Asy-Syu’araa, ayat terakhir, 227. Ia meminta salah satu dari kita untuk membaca terjemahan beberapa ayat sebelum, hingga sampai ke ayat 227.

Ayat tersebut menceritakan tentang penyair yang kebanyakan adalah pendusta yang suka memainkan kata-kata. Hingga tiba di ayat terakhir, yang memerintahkan kita untuk menjadi penyair yang selalu berbuat dalam kebajikan. Setiap ucapannya bak lautan kata penuh hikmah. 

Oleh karena penggalan ayat ini, kita kompak (kecuali saya, karena saya sih setengah-setengah) untuk membuat sebuah grup (biar agak genk sikit, padahal manada). Kebetulan yang berhadir pada hari itu perempuan semua; Cut, Aya, Nawra, Ulfa, Siti, dan saya, hingga muncullah ide Laskar Syu’ara 227 ini untuk menamai grup kita. Ide ini dicetuskan oleh sohib saya, Icut. Saya sih bukannya nggak ada ide, tapi malas mikir. Mending disuruh mikir buat ngerjain kalkulus. *Eh, nggak ding.

Awalnya saya merasa aman-aman saja bergabung di grup ini. Karena yang berhadir hari itu, secara otomatis dinyatakan sah sebagai personil Laskar Syu’ara 227, untuk selanjutnya kita ringkas menjadi LS227. Saya pikir ya tidak ada salahnya. Tapi keamanan saya terusik, jiwa saya terguncang (fine, ini mulai lebay!) saat muncul ide untuk menampilkan LS227 jika ada kegiatan yang membawa nama FLP. *Saya pucat pemirsaaa, saya pucat! -_-

Itulah kali pertama saya merasa menyesal hadir di kelas menulis. Heuheu.. T_T *nangis bombay

Akibat dikompori Kak Nuril dan semangatnya Icut mengomandoi LS227 ini, akhirnya personil kita bertambah jadi 10-an. Hehehe.. Karena kita bukan grup ternama, beken, atau apalah, dan gak ada hitam di atas putih, ya kita terima-terima saja. Meski untuk setiap performance, agaknya janggal jika seluruh personil ikut tampil. Takutnya cherrybelle merasa tersaingi. *halah

Akhirnya kita memilih siapa saja yang punya waktu untuk tampil di event terdekat, seminar bersama mbak Sinta Yudisia, Ketua Umum FLP saat ini. Na’asnya saya tidak meyakinkan saat menolak untuk tampil (saya lupa alasan apa yang saya pakai saat itu). Barangkali tidak kuatnya alasan menolak itulah yang membuat saya akhirnya diikutsertakan. Huft berkali-kali!

Ketahuilah, untuk tampil perdana ini, seminggu menjelang hari H, hidup saya tidak tenang. Terlebih spanduk acara dibuat dengan nilai ekspektasi yang tinggi.
Turut menampilkan:
NAZAR SHAH ALAM
LASKAR SYU’ARA 227
Padahal saya berdoa semoga gak jadi tampil atau ada halangan apa kek gitu. Maka tidak heran, penyesalan hadir di kelas menulis pun datang lagi. Huft berjuta-berjuta! 

Itulah penampilan perdana saya di atas panggung bersama Icut, Aya, dan Nawra mengatasnamakan diri sebagai awak LS227. Tidak jelek, namun tidak juga begitu wow. Biasa saja. 

Niatan saya, ke depan tidak mau lagi tampil seperti itu. Gak tenang sayanya mah. Selang tiga bulan kemudian, FLP bikin kegiatan lagi dengan menghadirkan mbak Helvy Tiana Rosa dan pak Edi Sutarto. Kali ini, fix saya gak mau ikut lagi tampil-tampil di panggung itu. Tapi Icut, ah, saya tidak kuasa menolak. Akhirnya, ikut lagi. Sebab belum trauma.
 
Ide kali ini sedikit gila. Tina yang menawarkan diri untuk menjadi manajer LS227 (biar kayak orang-orang), menyarankan agar penampilan puisi kali ini diselangi dengan musik-musikan. Kita memutuskan untuk menabuh galon AQ*A. 

Karena kegilaan yang tidak bisa saya ceritakan, dan saya tidak berani menegakkan muka setelah tampil saat itu, maka untuk event2 selanjutnya, saya tak lagi bersedia tampil. Tidak hanya menjelang hari H hidup saya tidak tenang. Tapi seminggu setelahnya pun batin saya masih terguncang. Bayangan penampilan itu masih menari-nari dalam ingatan. Maka mau dibujuk semanis apapun sama Icut, saya gak goyang. Sebab kali ini udah trauma! 

Sebenarnya kegilaan itu muncul atas dasar ide yang brilian. Hanya saja, anggaplah kami sedang naas dan tidak total. Hehehe..

Berikut ini beberapa foto yang saya coba searching di google. Sayang sekali, ternyata LS227 belum cukup populer. *ngarep

 Pucat seketika pas tampil. Khak!
 
Saat fans sedang merekam aksi rekan-rekan saya. >_<

Harusnya ada beberapa foto untuk penampilan ‘luar biasa’ LS227 saat itu. Hanya saja, itu semua tersimpan di laptop sebelumnya yang kerusakannya lumayan parah. Tidak ada foto yang terselamatkan. Bye foto, bye kenangan!

Padahal itu foto rencana mau ditunjukin ke anak-cucu. Huft lagi! 
Setidaknya mereka bangga punya Mak dan Nenek yang berani tampil di atas panggung. Biar ada hashtag #BanggaJadiAnakMak atau #BanggaJadiCucuNenek atau yang terakhir #BanggaMendampingimu *ngeeeeng... :D

Sudah dulu ya. Capek nulisnya. Hehe..
Sebenarnya yang mau diceritakan tentang keeksisan LS227, eh malah syurhat ujung-ujungnya. Kebiasaan!











1 komentar:

  1. Apa tulis sistah...
    *Khak
    Sang loen hana item troume2 lhe nyeh.
    Ateuh bak bunda Helvy mah kutem sit :D

    BalasHapus