Mungkin
bagi sebagian dari pembaca blog setia (kepedean yang tak tertolong)
manjaddawajada3 ini (entah kenapa ada pakek 3 nya pulak), akan bertanya-tanya
apa itu Laskar Syu’ara 227? (Padahal entah siapa yang bertanya-tanya. Entah
siapa pun yang penasaran) *Ini kenapa jadi ngomong sendiri gini? Heuheu..
Yaaah..biarpun
gak ada yang penasaran, tapi saya merasa penting untuk menulis ini.
Hitung-hitung menstimulus diri. Sebab Laskar Syu’ara 227 itu adalah ...
Kira-kira
satu tahun yang lalu... (Biar kayak di film-film, ada alur mundurnya ^^)
Sebagaimana
biasa, FLP Banda Aceh mengadakan kelas menulis tiap dua minggu sekali di
rumcay. Kelas menulis yang dieksekusi pada saat itu adalah kelas menulis puisi
yang dimentori langsung oleh senior kita di FLP, yaitu Kak Nuril. Saya tidak
begitu mengingat apa isi materi kita saat itu. *Semoga kak Nuril gak membaca
tulisan ini.
Satu hal
yang jelas di ingatan, Kak Nuril mengawali pertemuan kelas kita saat itu dengan
cara berbeda. Beliau meminta kesediaan salah satu dari kita untuk membuka
Al-Quran dan mencari halaman untuk Surat Asy-Syu’araa, ayat terakhir, 227. Ia
meminta salah satu dari kita untuk membaca terjemahan beberapa ayat sebelum,
hingga sampai ke ayat 227.
Ayat tersebut
menceritakan tentang penyair yang kebanyakan adalah pendusta yang suka
memainkan kata-kata. Hingga tiba di ayat terakhir, yang memerintahkan kita
untuk menjadi penyair yang selalu berbuat dalam kebajikan. Setiap ucapannya bak
lautan kata penuh hikmah.
Oleh
karena penggalan ayat ini, kita kompak (kecuali saya, karena saya sih
setengah-setengah) untuk membuat sebuah grup (biar agak genk sikit, padahal
manada). Kebetulan yang berhadir pada hari itu perempuan semua; Cut, Aya,
Nawra, Ulfa, Siti, dan saya, hingga muncullah ide Laskar Syu’ara 227 ini untuk
menamai grup kita. Ide ini dicetuskan oleh sohib saya, Icut. Saya sih bukannya
nggak ada ide, tapi malas mikir. Mending disuruh mikir buat ngerjain kalkulus.
*Eh, nggak ding.
Awalnya
saya merasa aman-aman saja bergabung di grup ini. Karena yang berhadir hari
itu, secara otomatis dinyatakan sah sebagai personil Laskar Syu’ara 227, untuk
selanjutnya kita ringkas menjadi LS227. Saya pikir ya tidak ada salahnya. Tapi
keamanan saya terusik, jiwa saya terguncang (fine, ini mulai lebay!) saat muncul ide
untuk menampilkan LS227 jika ada kegiatan yang membawa nama FLP. *Saya pucat
pemirsaaa, saya pucat! -_-
Itulah
kali pertama saya merasa menyesal hadir di kelas menulis. Heuheu.. T_T *nangis
bombay
Akibat
dikompori Kak Nuril dan semangatnya Icut mengomandoi LS227 ini, akhirnya
personil kita bertambah jadi 10-an. Hehehe.. Karena kita bukan grup ternama,
beken, atau apalah, dan gak ada hitam di atas putih, ya kita terima-terima
saja. Meski untuk setiap performance, agaknya janggal jika seluruh personil
ikut tampil. Takutnya cherrybelle merasa tersaingi. *halah
Akhirnya
kita memilih siapa saja yang punya waktu untuk tampil di event terdekat, seminar
bersama mbak Sinta Yudisia, Ketua Umum FLP saat ini. Na’asnya saya tidak
meyakinkan saat menolak untuk tampil (saya lupa alasan apa yang saya pakai saat
itu). Barangkali tidak kuatnya alasan menolak itulah yang membuat saya akhirnya
diikutsertakan. Huft berkali-kali!
Ketahuilah,
untuk tampil perdana ini, seminggu menjelang hari H, hidup saya tidak tenang.
Terlebih spanduk acara dibuat dengan nilai ekspektasi yang tinggi.
Turut
menampilkan:
NAZAR
SHAH ALAM
LASKAR
SYU’ARA 227
Padahal
saya berdoa semoga gak jadi tampil atau ada halangan apa kek gitu. Maka tidak
heran, penyesalan hadir di kelas menulis pun datang lagi. Huft berjuta-berjuta!
Itulah
penampilan perdana saya di atas panggung bersama Icut, Aya, dan Nawra
mengatasnamakan diri sebagai awak LS227. Tidak jelek, namun tidak juga begitu
wow. Biasa saja.
Niatan
saya, ke depan tidak mau lagi tampil seperti itu. Gak tenang sayanya mah. Selang
tiga bulan kemudian, FLP bikin kegiatan lagi dengan menghadirkan mbak Helvy
Tiana Rosa dan pak Edi Sutarto. Kali ini, fix saya gak mau ikut lagi
tampil-tampil di panggung itu. Tapi Icut, ah, saya tidak kuasa menolak.
Akhirnya, ikut lagi. Sebab belum trauma.
Ide kali
ini sedikit gila. Tina yang menawarkan diri untuk menjadi manajer LS227 (biar
kayak orang-orang), menyarankan agar penampilan puisi kali ini diselangi dengan
musik-musikan. Kita memutuskan untuk menabuh galon AQ*A.
Karena
kegilaan yang tidak bisa saya ceritakan, dan saya tidak berani menegakkan muka
setelah tampil saat itu, maka untuk event2 selanjutnya, saya tak lagi bersedia
tampil. Tidak hanya menjelang hari H hidup saya tidak tenang. Tapi seminggu setelahnya
pun batin saya masih terguncang. Bayangan penampilan itu masih menari-nari
dalam ingatan. Maka mau dibujuk semanis apapun sama Icut, saya gak goyang.
Sebab kali ini udah trauma!
Sebenarnya
kegilaan itu muncul atas dasar ide yang brilian. Hanya saja, anggaplah kami
sedang naas dan tidak total. Hehehe..
Berikut
ini beberapa foto yang saya coba searching di google. Sayang sekali, ternyata
LS227 belum cukup populer. *ngarep
Pucat seketika pas tampil. Khak! |
Harusnya ada
beberapa foto untuk penampilan ‘luar biasa’ LS227 saat itu. Hanya saja, itu
semua tersimpan di laptop sebelumnya yang kerusakannya lumayan parah. Tidak ada foto yang terselamatkan. Bye foto,
bye kenangan!
Padahal itu
foto rencana mau ditunjukin ke anak-cucu. Huft lagi!
Setidaknya
mereka bangga punya Mak dan Nenek yang berani tampil di atas panggung. Biar ada
hashtag #BanggaJadiAnakMak atau #BanggaJadiCucuNenek atau yang terakhir
#BanggaMendampingimu *ngeeeeng... :D
Sudah
dulu ya. Capek nulisnya. Hehe..
Sebenarnya yang mau diceritakan tentang keeksisan LS227, eh malah syurhat
ujung-ujungnya. Kebiasaan!
Apa tulis sistah...
BalasHapus*Khak
Sang loen hana item troume2 lhe nyeh.
Ateuh bak bunda Helvy mah kutem sit :D