Pages

Senin, 24 Februari 2014

Pajoh Bu Molod


Tinit tiniiittt, bunyi sms masuk.

“Assalamu’alaikum teman-teman, hari Minggu (23/02) datang ke rumah kami ya. Ada acara maulid. Tq. Ditunggu kedatangannya.”

Ah, Novia, syukurlah. Hampir saja aku mengabaikan bunyi sms itu, karena ku kira pesan dari Telkomsel. Wkwkwkwk. Aha. Maulid. Biasanya ada makan-makannya gitu kan? Asiiikk. *senyum bandit

“Eh, tunggu tunggu, Minggu (23/02), berarti Minggu ini?”, batinku sambil mengecek sms dari Kemal beberapa hari yang lalu.

“Jangan lupa datang ke rumah ya, ada acara maulid. Tolong bilang sama Amri, Teguh, Sinta, Helka, dan Fira. Pada tanggal 23 bulan 2. Jangan lupa datang ke rumah ibuk dari Kak Deni Kampung Blang.”

(Sekilas info, Kak Deni adalah anak keduanya Ibu War, ibu angkat kami selama KKN. Oke, disimpan dulu ya infonya. Karena akan banyak tokoh yang akan hadir di cerita yang apalah episode kali ini)

Waduh, ternyata tanggalnya sama. Kenapa gak ini yang hari Sabtu, trus yang itu hari Minggunya. Intinya di hari yang beda aja deh. Bukankah itu sangat membantu? Perkenalkan, anak kost yang paling keren yang selalu menunggu sms-sms seperti ini. Walah. Tapi siapalah aku sampai harus merengek-rengek meminta harinya digeser. Baik, aku terima saja. Kan kata nenek, gak baik nolak rezeki. Akhir kata, Minggu menjadi hari yang sangat aku tunggu-tunggu dalam Minggu ini.

Di hari yang lain, tiba-tiba dapat chat dari Restu, “Helka, hari Minggu ini tanggal 23 Februari, ada acara maulid di rumah. Datang yaa... mamak undang soalnya...”

Kali ini senang bercampur pedih. Senang karena warga Kampung Blang masih mengingat kami yang anak KKN paling keren gitu loh. Pedih, karena dapat undangan maulid di tiga tempat yang berbeda di hari yang sama. Khalian nG3rt1 gaX sHeeh g3M4na p3ras4an Akoooohhh?

Aku harus memanage waktu sebaik-baiknya agar ketiga-tiga tempat itu bisa kukunjungi. Aku harus bisa menahan diri untuk makan seadanya saja. Minum juga seadanya. Karena tiga tempat mamen, tiga tempat. Kebayang gak sih? Alah, baru tiga tempat aja pun heboh. Man palak? Aku aku, kamu ya kamu.

Lanjut. Dah hari Minggu ni ceritanya. Pertama kali, aku memutuskan untuk langsung menuju Kampung Blang, Kecamatan Blang Bintang. Sebuah perkampungan yang bersebelahan dengan Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh, Indonesia, Asia Tenggara. Perfek. Disinilah kami beberapa bulan lalu menjalani aktivitas sebagai anak KKNK Unsyiah-UIN SUSKA yang paling keren.

Perkampungan ini nuansa keagamaannya masih kental sekali, meskipun tidak ada pesantren di gampong. Apalagi tradisinya, jangan tanya. Kalau mau tanya, langsung aja ke rumah pak geuchiek. Rumahnya bersebelahan dengan rumah tetangganya kok. *kedip-kedip kelilipan

Hmm, ternyata Amri telah duluan sampai di Kampung Blang bersama sepupunya. Fedi dia punya nama. Kami memutuskan untuk mangkal di rumah Kak Rita dulu sembari menunggu Shinta dan Fira yang otw dari tadi tapi gak sampai2 juga ke TKP. Huft. Nasyiiib, nasyib. Menunggu telah menjadi santapan setiap ada acara kumpul-kumpul. Kebetulan tiga orang personil kami yang lainnya berhalangan hadir. Teguh dan Kemal ada kesibukan lain. Nah, Vivi orang Riau yang KKN di Aceh. Agak tidak mungkin baginya untuk hadir. Tapi tidak mengurangi nikmtanya momen ini.

Kami disambut hangat oleh maknya kak Rita. Kami pun berbincang-bincang hangat sembari mengulang masa lalu yang indah. Masa-masa indah KKN bersama mereka. Amri dan Fedi yang tidak mengerti bahasa Aceh hanya bisa senyum-senyum sok akrab. Akhirnya, aku yang mendominasi pembicaraan. Yee yee yee, saya pengusaha disini ya!!

Untuk mengurangi kebosanan menunggu, kami pun menelepon Vivi. Tepatnya sih, tadinya cuma miscall, barulah kemudian Vivi yang telepon. Wkwkwkwk.

Jam setengah dua-an muncul lah Sinta dan Fira dari balik tirai. Aku yang berbusana ala mak-mak pun angkat bicara, “alahai dek nong, pah trep bit.”

Kami pun langsung menuju rumah ibu War. Aku pucat, karena tamu yang datang ternyata sangat ramai. Apa gak, kami datangnya udah jam setengah dua. Aku harus berani. Aku pun berjalan di belakang Fira, saking beraninya.

Kami melewati sekelompok orang-orang yang sedang asik makan nasi molod. Ibu War beserta suami, Kak Deni, Bang Diki (adik Kak Deni), Dipa (adik Bang Diki), dan Ilham (anak Kak Deni) menyambut kami dengan sangat hangat. Penjelasannya detail sekali ya, maklum, lama tinggal di Jepang. Oh, oh.

Seperti biasa, tuan rumah langsung meminta para tamu untuk mencicipi masakan yang tersedia. Kami ecek-eceknya malu gitu. Jadi tunggu dulu beberapa menit, duduk-duduk dulu, dah gitu baru libas. Ciri khas aneuk dara, jaim-jaim gituh. Phaam ta peuduek.

Masakannya lezat sekali pemirsa. Rasanya aku ingin melibas semua. Tapi.. tapi.. gimana nasib masakan di dua tempat yang lainnya. Aku pun mengurungkan niat. Selesai makan nasi aku mencoba makan serabi yang tersedia. Ternyata aku tidak cukup mampu menahan pandangan. Huft. Serabi terlihat begitu mempesona dan menggoda. Hiks,, *menyesal ala anak kost.

Udah ngemeng-ngemeng sedikit sama Sinta dan Fira, kami kekenyangan. Kami pun duduk sebentar sembari menunggu turun nasi ke dalam perut. Gimana prosesnya, jangan tanya saya bisa? Saya taunya cuma makan aja, udah. Amri dan Fedi gimana? Aku gak tau, karena mereka tidak duduk bersama kami saat makan.

Kami memutuskan untuk duduk di dekat pintu. Duduk disini membuat kami  bebas clingak clinguk melihat keluar rumah. Terlihat banyak sekali mobil yang berjejeran di jalan. Memang, jalannya bisa dikatakan cenderung sempit untuk ukuran dua mobil, apalagi jika ada mobil yang berselisih paham. Repot deh, repot.

Sambil berdiri di depan pintu, mata kami tertuju pada satu mobil yang memarkirkan mobilnya tepat di tengah jalan. Dan ada satu mobil dari arah berlawanan yang ingin lewat. Asal kalian tau ya, tepat di belakang mobil yang ingin lewat itu, ternyata ada dua mobil lagi yang ingin lewat. Bhahahhaha.. kami tertawa menyaksikan adegan itu. Betapa baiknya kan kami. Ck ck ck.  Astaghfirullah.

Karena ada mobil yang cari masalah tadi, terpaksa seorang ibu turun dari mobil dan bertanya kepada kami mobil siapa itu.

“Meneketehe Buk”, jawab kami. Eh gak, kami tidak sekurang ajar itu kok, tapi lebih dari itu. *eh

“Wah, kurang tau juga kami, Buk”, jawab kami dengan polos yang dipaksakan.

Lalu Ibu itu pun bertanya pada ibu-ibu lain yang kebetulan lewat. Kami pun masuk kembali ke dalam rumah dengan wajah polos tidak berdosa anak bayi. Niatnya pamit pulang dengan Ibu War. SMP. Siap Makan Pulang. Itulah kami yang apa adanya, polos, dan rajin menabung di warung.

Ibu War menahan kami agar tidak pulang dulu. Tapi kami tidak mau kalah. Anak muda yang begitu bersemangat, kekeh mau pulang (padahal takut disuruh cuci piring, wkwkwk). Alasannya apa? masih ada kenduri maulid tempat lain. Sip. Kami berhasil lolos. Akting kami cukup meyakinkan. Kami gitu loh. Pamit sana pamit sini, sampailah detik-detik terakhir ketika pamitan dengan Ibu War.

“Si Helka ini anak kost kan, tunggu sebentar, bawa pulang sedikit lauknya ya. Tunggu sebentar Ibu siapkan.”

“Eh, gak usah, Buk”, jawabku malu-malu, padahal dalam hati maksudnya, gak usah ragu-ragu lagi, Buk. *lagi-lagi senyum bandit

Ibu War mengabaikan ucapanku dan bergegas memberesi lauk untukku. Kali ini, diabaikan ternyata cukup menyenangkan. Coba kalau Ibu War mendengar ucapanku, kan aku udah gak bisa makan enak malamnya. Hahah. Bahkan saat aku menulis ini pun aku masih merasakan sisa-sisa nikmatnya masakan bu molod.

Hmm aku pun menerima bungkusan makanan dari Ibu War dengan malu-malu yang syubhat. Karena sebenarnya memang mau. Wkwkwkwk.

“Shinta dan Fira jangan sedih ya gak Ibu kasih. Karena cuma Helka yang anak kost. Kalian kan orang sini. Tiap hari bisa makan enak”, demikian penjelasan Bu War pada Shinta dan Fira sebelum kami akhirnya menuju parkiran.

Aseeekkk. Dapat makan enak, gratis pula. Besok-besok datang lagi ah. Pulang dari sana, kami menuju rumah Restu, kakaknya Maghfirah, anak didik kami yang mendapatkan juara 2 untuk hafalan surat pendek dan juara 2 lomba pidato. Kedua-duanya merupakan perlombaan tingkat kecamatan yang anak KKN di daerah Blang Bintang adakan bekerja sama dengan Himpunan Mahasiswa Blang Bintang sendiri. Pun, ide ini dicetuskan oleh Himpunan tersebut.

Sampai di rumah ini, waktu telah menunjukkan angka tiga kurang seperempat. Kami disambut tidak kalah hangatnya dengan di rumah Ibu War. Kami dipersilahkan masuk dan mencicipi masakan yang telah dihidangkan. Karena masih kekenyangan, aku hanya makan serabi saja. Aih, lagi-lagi aku memilih serabi. Ntah kenapa. Tambah adee satu sama satu gelas es rujak. Hahah.

Ngemeng sana ngemeng sini. Basa basi sedikit dengan Maghfirah yang tahun ini mendapatkan juara 3 MTQ tingkat kecamatan. Luar biasa. Kreuh that adek nyoe. Gak bisa sepele anggap. Meulungkop nanti. Tahun ini dia ingin melanjutkan pendidikan ke Darul Ulum. Semoga berhasil. Aamiin.

Dah kenyang, kami pun melancarkan aksi untuk SMP lagi. Siap pamit-pamit, senyum-senyum sebentar sama orang kampung, kami pun pamit sama mamaknya Maghfirah. Tertahan lagi. Adoooh. (Plis deh, mentang-mentang saya anak kost, gak usah nawarin masakan lagi bisa, Buk?, batinku).

“Itu no hapenya jangan diganti-ganti ya. Biar mudah nanti dihubunginya. Kalau ada acara-acara lagi kan gampang. Biar sering main-main kesini lagi”, maknya Maqfirah bersulut-sulut berbicara di tengah tamu undangan.

Kiak kiak kiak. Kirain mau dikasih masakan lagi. Ternyata cuma bilang itu. hahaha. Aku kegeeran. Hyaakk,, malu. Salah tingkah. *cari pisau, kupas mangga

“oh iya, Bu, iya, Insya Allah”, jawabku terbata-bata karena masih salah tingkah.

Kami pun menuju parkiran sambil berbincang-bincang sedikit dengan ayahnya Maghfirah yang asli Bireuen. Ah, orang Bireuen jumpa orang Bireuen, keren gak tu. Yang lain sangak aja yaa, karena cuma aku yang dari Bireuen. Hihihi. 

Pukul 15.10 kami pulang ke rumah masing-masing. Eh bukan, aku masih ada hutang satu tempat lagi. Tempat Novia. Yihaaa. Ini yang terakhir. Aku pasti bisa melewati cobaan ini.

Setengah empat-an aku tiba di rumah Novia yang berlokasi di daerah Tungkop. Ragu-ragu untuk masuk karena waktunya bukan lagi waktu makan siang. Hm, tapi kan udah sampai, rugi donk kalau pulang gitu aja. Gak keren kan jadinya. Aku merogoh hape dalam saku celana dan menelepon Novia. Alhamdulillah langsung diangkat.

“Assalamu’alaikum.. Novia dimana? Masih boleh masuk gak?”

“Wa’alaikum salam, boleh lah, ni lagi di rumah. Helka dimana?”

“Tepat di bawah pohon besar di depan rumah Novia.”

“Tunggu disana ya. Kami kesitu.”

Asiiiikkk dijemput. Padahal berani kok masuk sendiri. Malah dijemput segala. Haha (padahal ntah siapa tadi yang maksa-maksa dijemput, gak berani masuk, takut jumpa orang banyak). Ya Allah.

Disini juga makan nasi dan serabi lagi. Wkwkwkwk. Perut apa ini yak. Hom hom. Bek tanyong bak long. Padahal pulot ada juga. Tapi aku hanya memilih serabi, tidak mau yang lain. Buat anak kok coba-coba? Loh loh,,

Banyak banget makanannya. Berbicara tentang serabi, aku penasaran dengan masakan ini, karena di ketiga-tiga tempat maulid yang aku datangi selalu menghidangkan serabi dan pulot.

“Apa serabi dan pulot memang masakan khas orang Aceh Besar ya, Novia?”

“Gak ah, mungkin karena enak aja buatnya”

Gubrak. Gitu aja? Kirain ada penjelasan lain gitu yang lebih bisa aku terima. Novia pun semacam tidak melihat ketidakpuasanku akan jawabannya. Huft. Paayah.

Lumayan lama aku berdiam diri di tempat yang terakhir, berhubung tidak ada kegiatan lain setelah ini. Rumahnya juga adem ayem. Kami duduk di bawah pohon besar tepat di halaman rumahnya. Lama sekali tidak santai-santai seperti ini. Jadinya, aku tidak mau kehilangan momen ini begitu saja.

Pukul lima sore, aku pamit pulang. Karena aku merasa ngantuk. Memanglah ya, dah kenyang, bawaannya ngantuk. Paraah. Padahal modus. Takut lama-lama disitu malah disuruh cuci piring. Khak.



Senin, 17 Februari 2014

Perayaan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW ala Rumcay

satu, dua, tiga, ciluuuukkk,, baaaaaa


Rumcay namanya. Singkatan dari "rumah cahaya", rumah baca hasilkan karya. Bangunan sederhana yang berdiri kokoh di kawasan Gampong Pineung, Banda Aceh, digunakan selain sebagai markas atau rumah kedua bagi anggota FLP, juga sebagai taman bacaan. Terhitung rumcay FLP wilayah Aceh ini telah memiliki kisaran 400-an buku, yang terdiri dari buku anak-anak, remaja, maupun dewasa. Banyaknya anak-anak di daerah ini memungkinkan untuk hadirnya taman bacaan di sekitar mereka.

Minggu (16/02), relawan rumcay beserta anggota FLP Aceh kembali mewarnai kehidupan rumcay dengan merayakan peringatan maulid nabi besar Muhammad saw, setelah sebelumnya sukses mengadakan lomba mewarnai tingkat TK hingga SD kelas 5 dalam peringatan sembilan tahun tsunami dengan jumlah peserta yang membludak. Jauh dari aproksimasi relawan dan anggota FLP sendiri. Terpaksa beberapa anggota FLP lainnya dieksodus ke rumah sebelah.

Untuk peringatan maulid ini sendiri, panitia memprediksi peserta akan mencapai angka 30 orang. Tapi lagi-lagi panitia salah. Tepat pukul 2 siang, peserta yang datang melebihi perkiraan panitia.

Acara syukuran kecil-kecilan ini diawali dengan pembacaan ayat suci Alqur’an oleh saudari Nilam serta sari tilawahnya oleh saudari Helka. Kemudian acara kembali disetiri oleh Nurhasanah, ketua relawan rumcay dengan menyampaikan sedikit tentang isi kandungan dari ayat yang dibacakan.

Setelah sedikit bertanya-tanya tentang kenabian, acara dilanjutkan kembali dengan menghadirkan saudari Nova untuk sesi story telling. Di sesi ini, Nova menguraikan sejarah kelahiran Nabi Muhammad saw. Dimulai dari siapa nama orang tua beliau, dimana beliau lahir, bagaimana silsilah keluarga beliau, dan berbagai macam hal lainnya. Acara berlangsung cukup khidmat. Anak-anak mendengarkan dengan khusyu penyampaian materinya.

Dialog yang diciptakan cukup interaktif, sehingga 20 menit terasa begitu singkat. Sebelum acara dilanjutkan kembali, Nurhasanah, atau yang biasa disapa Kak Sanah kembali memegang setir. Kali ini beliau melemparkan beberapa pertanyaan kepada anak-anak tentang isi materi yang telah disampaikan. Alhamdulillah anak-anak cukup menguasai materinya.

Sesi tanya jawab berlangsung sekitar 15 menit sebelum akhirnya Moli, relawan rumcay,  dipersilahkan untuk menyampaikan musikalisasi puisi. Dengan diiringi musik Maher zein, Moli memulai aksinya. Mahasiswi yang aktif di sanggar seulaweut ini membawakan puisi dengan tema yang diusung oleh panitia terkait dengan perayaan maulid nabi besar Muhammad saw. Kepiawaiannya berakting juga terlihat jelas dalam pembawaannya menyampaikan isi puisi. Terlihat sekali anak-anak takjub, begitu juga dengan relawan dan anggota FLP. Bahkan ada yang sempat merekam adegan ini. Luar biasa.

Untuk semakin menyemarakkan acara ini, Kak Sanah kembali memanggil beberapa anak-anak untuk membacakan sebuah puisi. Lucu sekali tingkah mereka. Ada yang masih malu-malu, ada pula yang berani tampil unjuk gigi dengan segala kebolehannya. Terakhir, acara yang paling ditunggu-tunggu adalah acara makan-makan. Jreng jreeengg.

Makanan ini sendiri disponsori oleh anggota FLP Aceh dan relawan rumcay. Ada mie Aceh, nutrijel rasa coklat, terus rasa hmmm.. lupa rasa apa yang warna hijau, kemudian ada kue gulung basah rasa selai durian, serta gorengan seperti: risol dan pastel. Hmmmm nyuummmiii.

Untuk minumannya sendiri, tersedia es timun serut campur selasih ala relawan. Mak nyuuusss. Komplit deh. Sebelum makan-makan, panitia meminta anak-anak untuk membaca doa makan terlebih dahulu. Panitia menunjuk salah satu anak untuk memimpin doa. Terpilihlah Nurel. Nurel yang mengenakan kopiah dan baju koko berwarna putih pun memimpin doa dengan sangat lancar. Subhanallah.

Semangat terus buat teman-teman relawan. Aku tanpamu, apalah..



Minggu, 09 Februari 2014

Yafi: Call Me Hunter Knight!!!!!




Guru   : Pagi anak-anak, hari ini kita belajar tentang garis singgung lingkaran ya, ada yang tau apa itu garis singgung lingkaran?

Murid : Yang saya tau, lingkaran gak pernah tersinggung, Buk. Cuma manusia yang bisa tersinggung.
Guru   : Cerdas!!
Murid : Saya tau saya cerdas. Banyak kok Buk yang bilang gitu!
Guru   : @#&!(!)&@%$@^!*!(*&^%$(ngunyah papan tulis)

          Peserta didik itu susah ditebak. Sama seperti para lelaki yang bilang kalau wanita itu susah ditebak. Padahal kan wanita hanya ingin dimengerti,, fufu.. *sisir poni.

Kali ini tantangan mengajarku lebih keras kawan. Ngajar dalam bahasa Inggris. English mamen, English. Gillak. Kepikiran saja tidak. But, well, show must go on, idddiiihh,, gaya bener.

Jadi ceritanya ada anak Fatih SD nih, kelas 3 dan kelas 5. Yang kelas 5 cewek semua. Zalva, Yazka, Indy, dan Chita namanya. Cukup lucu dan menggemaskan. Awalnya aku memasuki kelas, aku sapa mereka dengan dialog English yang sudah lumayan terhafal dan tersusun rapi di kepala. Bahkan, kakak yang sekamar kost denganku hampir muak mendengar aku yang asik ngoceh belepotan di depan cermin.

Maklum, masuk kelas ini bikin hati deg-deg ser. Jadi, segala persiapannya pun kudu dimatangkan. Mulai dari materi dan bahasa Inggrisnya. Ingat bahasa Inggrisnya, beuuugh bikin pucat seketika. Belum lagi masuk ngajar aku udah terkapar duluan. Aih, lemah sekali anak muda.

Gak gak, gak boleh gini. Aku pun bangkit kembali dan memompa semangat. Kan mereka masih kecil, santai saja lah Helka. Aku pun menyemangati diri sendiri. Semangat Helka. Huft. Sepuluh menit kemudian, tertidur. 

Lagi dan lagi aku mencari dan memperbaharui kosa kata baru. Hmm lumayan. Ngitung-ngitung nambah vocab. Oke, tibalah kita saat mengajar di kelas 5 tadi. Aku pun menyapa mereka dengan dialog yang telah aku latih berkali-kali itu.

Gilaaakk. Mereka nya cool abis. Menjawab sekenanya. Aku jadi kikuk dibuatnya. Otot kakiku melemas. Rasanya ingin meleleh. Tanda seru pun muncul di kepala. Kebayang gak gimana saat kalian sedang semangat-semangatnya berbicara, ee lawan bicara kalian malah sok keren gitu. Menjawab sekedar hm, ya, oo. Ngenes banget kan. *lari ke kamar mandi.

Kalian kira cuma kalian yang bisa cool? Baik, fine, aku juga. Oke, pelajaran dimulai, masing-masing barisan dipimpin oleh ketua barisannya. Hiyaak, kenapa malah ini.

Lambat laun, mereka bisa juga kuakrabi. Terkadang aku menimpali dengan bahasa Indonesia juga. Maklum, lama tinggal di Jepang. Jadi, jangan kira Inggrisku sudah keren abis. Nggak, sama sekali nggak. TOEFL juga masih ngadat gini.

Yap, selawet ini, no problemo untuk kelas 5. Mari kita beralih ke kelas 3. Siapa saja yang menduduki peringkat ini? Yuhu, ada Radeth, Mirqal, dan Yafi. Mereka tidak kalah kerennya kok dengan yang cewek-cewek tadi. Hanya saja, kelas ini lumayan ribut. Ribut sejadi-jadinya. Seperti di film-film, otak rencana jahat itu cuma satu orang, selebihnya ya hanya ikut-ikutan. Gitu juga dengan mereka. Mereka siy gak jahat. Cuma kurang mengerti hati wanita saja. What? Apalagi ini!

Mari ku ceritakan sedikit tentang mereka. Mirqal. Anak ini lumayan pendiam dibanding yang lainnya. Pemalu lebih tepatnya, tapi gak malu-maluin. Gak kayak aku. Ada yang chat ping. Aku malah balas pong. Mana aku tau kalau itu salah satu cara untuk menyapa pemilik hape BB yang lain agar BM nya segera terbaca. Yeee,, Bukan salah bunda mengandung ya. Gak punya BB, emang kenapa? *mulai lapar.

          Mirqal anak yang cukup cerdas. Semua soal bisa dibabat habis dengan cepat hanya dengan melihat satu contoh saja. Luar biasa. Semangat membara.

Kemudian Radeth. Anak ini sumringah betul. Selain cerdas, dia juga cukup percaya diri. Tak perlu diragukan lagi. Bahkan minggu lalu, dia sendiri yang mengatakan bahwa nilai ujian matematika nya dapat nilai 100.. wes, perfecto.

Hebat. Penyuka Barca ini cukup gesit. Tidak kalah gesitnya dengan Mirqal. Mereka selalu berlomba-lomba menyelesaikan soal dengan cepat. Terkadang mereka berseru keriangan manakala satu diantara mereka keliru menjawab soal. Seakan menjelaskan, “Akulah sang pemenang”. Haha, ada-ada saja.

          Terakhir, Yafi. Berbeda sekali dengan dua koleganya tadi. Yafi anak yang manis. Cukup manis. Yafi adalah adik dari Yazka, yang kelas 5 di atas tadi. Lain Yazka, lain pula Yafi. Yazka penurut meskipun sedikit manja. Nah, kalau Yafi, manja kali kali kali.

          Pernah waktu itu apapun yang aku katakan hanya dibalas dengan jawaban yang cukup memprihatinkan pemirsa.

“Yafi, where is your homework book?” (masih cukup tenang)

“I don’t know.”

“Don’t you want finish it?” (masih sabar)

“No.”

“Your friends almost done all of them”. (mulai naik pitam)

“I don’t care, I’m sleepy.”

“Okay, I just give you five minutes to take a break. Just five minutes!!” (pengen ngilang, cling)

“No, I don’t want five minutes. I want six minutes.”

Tarik nafas panjang-panjang. Ya elah, apa bedanya lima sama enam. Beda satu menitan gini.

“Okay, six minutes from now. No bargaining anymore!”

“Okay.”

Lalu heningkan cipta. Suasana menjadi hening. Alhamdulillah syukuuuurrr,, syukuuurr. Hanya sesekali terdengar suara Mirqal dan Radeth yang sedang berdiskusi.

“Not like that”, Radeth memecah kesunyian, “But like this.”

Aku membiarkan saja mereka berdiskusi sambil sesekali mengintip dan menguping pembicaraan mereka. Hahah. Kan ceritanya lagi ngisi absen tapi. Huhu, goyaang,,

“Time is up, Yafi, hello Yafi, time is up.”

Padahal masih tiga menitan gitu ntah. Soalnya gak pake jam tangan. Cadik kali buk guru ni, haha.

“No, five minutes more, Miss”, Yafi merengek lagi.

Oh Tuhaaan, apa salahkuuu??

“No Yafi, I have gotten your words. Stop complaining!!!!”

Ciyee, mulai tegas ni yee,, ciyee
Dengan malas Yafi pindah dari tempat duduknya di belakang ke depan dan mengeluarkan buku PRnya. Okay, Seems good.

“Gimana dek PRnya?”

“Don’t Call Me, Dek.” (setengah menjerit)

Ya Allah..

“Okay, okay, how about your homework, Yafi?”

“Don’t call me, Yafi.” (menjerit lagi, kali ini lebih keras. Bisa dibilang tiga per  empat)

Huft. Ka lom.

“So, what do you want, Yafi?” (mulai frustrasi, pengen banting-banting meja, malah keceplosan panggil Yafi lagi)

“Doooooon’t caaaall meeeee, Yaaafiiiiii!” (sempurna menjerit sambil ketok-ketok meja)

Hiiisssshhh,, banting kakak, dek, banting. -_-

“Ups, sorry, I was forget. So, what do you want? (buru-buru mengakhiri kalimat, takut terucap Dek dan Yafi lagi. Goyang kelas yang ada)

Dengan senyum bangga dia mengucapkannya, “Call me Hunter Knight!”

Hiyaak.. pu nyan? Senyum yang bagiku gak da keren-keren nya waktu itu. Dengan hati mendidih seperti itu, mana pula aku sempat berpikir itu senyum keren apa tidak. Pun, apa itu Hunter Knight? Aku gak pernah dengar. Ndeso juga ya aku iki. Bodo amit.

“Ya udah, Hunter Knight yang ganteng dan baik hati, rajin menabung dan sayang ibu bapaaaak.. “

“Bukan ibu bapak, tapi mama papa.”

“Okay fine (mulai lapar). Kakak ulang, Hunter Knight yang ganteng dan baik hati, rajin menabung dan sayang mama papa, mana PR nya?”

“This one, Miss,"

“Nah, Hunter Knight, coba kerjakan yang ini sampai yang ini. Tadi udah kakak kasih contohnya kan yang itu. Nanti kalau ada yang gak ngerti tanya sama Kakak ya. Kakak periksa dulu punya Mirqal dan Radeth”.

“Okay, Miss.”

Kali ini senyumnya benar-benar keren. Menghadapi anak kecil seperti ini memang butuh tenaga dan pemahaman yang besar, kawan. Sungguh!



Errrr,, eeerrrrrr

         
         





Sabtu, 08 Februari 2014

Mengajar itu Ternyata “Gli-gli Meunan”



Hayeeuuu -_-

Pernahkah kalian merasa gemas dalam menghadapi anak didik? Atau yang sudah berkeluarga, susah menghadapi anaknya yang rewel minta ini itu, makan susah, panas dalam, bibir pecah-pecah?? Loh loh,,

Bagi guru-guru ataupun calon pendidik masa depan, tentu saja tidak akan luput dari permasalahan ini. Aku salah satunya. Ehem. Sebenarnya sih aku udah terbiasa dengan hal seperti ini. Berawal dari mendaftar sebagai tentor matematika di sebuah lembaga bimbingan belajar atau biasanya sering disebut bimbel. Phibeta namanya.

Aku sudah menjadi keluarga besar LBB Phibeta sendiri terhitung sejak 2012. Kurang lebih sudah 1 tahunan. Begitu banyak pengalaman berharga yang aku dapatkan disini. Pernah aku mengajar di satu kelas yang didominasi oleh para lelaki keren. Keluar kelas, kerongkongan kering, bibir pecah-pecah, suara parau, muka memerah. Begitulah sekiranya kesadisan yang akan kita alami mengajar di kelas itu. huft.

Pernah pula aku mengajar di kelas yang super pasif. Aku jadi bingung gimana cara menghidupkan suasananya. Diberi soal ini itu mereka bisa. Hanya saja pemalunya ini mengalahkan pemalu nya yang ngajar. Halah. 1 jam 15 menit itu rasanya berjalan sangat lamban. Akhirnya aku mencoba untuk membuat cerdas cermat gitu. Untuk yang 1 ini, lumayan berhasil. Tapi tidak untuk kelas yang didominasi oleh lelaki keren tadi. Huft. Ternyata, tidak sama cara pendekatan yang kita lakukan untuk murid-murid yang berbeda karakternya. Ya iyalah, kan udah belajar pas kuliah. Haduuuhh Helka.

Lain pula ketika mengajar langsung di sekolah. Pertama sekali aku mengajar di SDN 50 Geuceu. Seperti biasa. Aku mengalami dilema akut. Banyak anak yang minat belajarnya cukup kuat. Tapi anak yang masih suka main-main di dalam kelas juga tidak kalah banyaknya. Toak mana toak. Jujur, aku butuh pengeras suara. Karena volume suara ku yang terbilang tidak cukup besar, aku agak kewalahan menghandle bocah-bocah itu.

Keluar dari kelas, suara berubah jadi seksi. Parau gila. Begitu tiap minggunya. Aku tidak cukup pintar menarik perhatian mereka. Heu heu. Semangat.

Tapi pernah ada kejadian menarik di sekolah ini, nyaris syahid. Aku pernah berpura-pura ajok di kelas. Gak mau ngajar. Padahal mana ada. Itu ku lakukan karena kehabisan akal mendiamkan mereka. Walhasil, ternyata berhasil,, bhahahah,, kelas jadi seperti kuburan. Cuma ada suara aku yang berbicara. Saya pengusaha disini, jangan macam-macam ya!

Sepulangnya mereka berpamitan dan bersalaman denganku sambil minta maaf berulang-ulang. Khi khi khi. Wajah polos mereka mengalahkan keegoisanku. Aku pun tidak tahan untuk tidak tersenyum dan mereka kembali bersorak-sorak gembira. Alahai aneuk manyak.

Minggu depannya aku berhalangan hadir di kelas tersebut. Bukan karena aku masih marah sama mereka, tapi karena ada jadwal kuliah tambahan, sehingga harus diganti oleh tentor lain. Satu minggu setelah minggu itu, aku pun kembali bisa masuk di kelas itu. Eee ternyata, minggu lalu mereka mengira aku masih ajok sama mereka makanya gak masuk. Wkwkwkwk. Aku terkekeh sendiri mendengar pernyataan mereka.

“Buk, buk, minggu lalu kenapa gak masuk? Ibu masih marah ya sama kami?”
“Kami minta maaf ya, Bu”.

Hahaha.. Aku pun menjelaskan perihal kenapa aku tidak bisa masuk dan mereka kembali menerimaku. Dua puluh menit pertama berjalan sesuai dengan rencana. Bereh. Ternyata akting marah ecek-ecek aku itu berhasil. Aku senang sekali melihat kelas yang tenang dan aktif bertanya seperti itu.

Memasuki menit-menit selanjutnya, kelas kembali seperti dulu. Ya salaaam. Benar-benar boccaaaaaahhhh!!! Tapi aku cukup menikmati kelas itu. Cara terakhir, aku harus mengajari mereka dengan mendatangi per meja. Ribet memang, karena menghabiskan banyak waktu. Tapi apalah daya, suaraku tidak cukup besar untuk satu kelas itu. Yang penting, apa yang aku sampaikan bisa mereka mengerti. Karena salah satu amalan yang tidak terputus adalah ilmu yang bermanfaat. Selama jam pelajaran berlangsung, harus ada sesuatu yang mereka bawa pulang, yaitu ilmu. Harus!! Tidak muluk-muluk. Tidak muluk-muluk tapi kenapa pakek harus ya?? Terdengar seperti pemaksaan. Hahaha, alah hom.

Kurang lebih 2 atau 3 bulan aku mengajar di SD itu untuk persiapan UN mereka. Anggaplah 3 bulan. Selesailah 3 bulan itu. Aman sentosa, pikirku. Eh, ternyata aku kangen juga. Hahaaha,, cari mati. Terlebih saat anak SD itu mengirimiku sms yang isinya memintakan doa agar ujian mereka berhasil. Ya Tuhan, aku salah berpikir aman sentosa tadinya. Malahan sekarang aku was-was dengan hasil ujian mereka.

Beberapa minggu kemudian, aku singgah ke Blang Padang dengan sahabat-sahabat tercinta. Pada saat itu ada pameran rumah hantu gitu. Iseng, kami pun mencoba masuk ke dalamnya dengan terlebih dahulu mengantri tiket masuk. 

Ceritanya lagi ngantri nih. Tiba-tiba aku diserbu oleh 4 orang bocah yang wajahnya tidak begitu asing.
“Ibuuuuuuuuuuuukkkkk”, mereka serempak berteriak sambil pegang-pegang gitu, gaya khas anak-anak.
Omak ee teuh aneuk manyak nyoe. Mendengar itu, aku pun syok berat. Puluhan mata yang berada di dekatku beralih memandangi kami. Aku pun terpaksa menghindari kerumunan dan mengajak mereka keluar dari antrian. Yang bener aja aku dipanggil Ibuk di tengah kerumunun seperti itu. Hilang deh kerennya. Hiks.

“Kalian ngapain disini? Pergi dengan siapa?”, tanyaku penasaran.
“Dengan orang tua, Buk”, jawab salah seorang anak.
“Terus mana orang tua kalian?”
“Lagi keliling-keliling, Buk.”

Dalam hati (Ya Tuhan, berani sekali mereka. Dulu waktu aku sekecil mereka, aku tidak pernah dilepas sendirian di tempat seramai ini. Jika pun dilepas, aku siy kagak berani. Huhu,, paayaaah)

“Oiya, kapan pengumuman kelulusan UN nya?”
“Minggu depan, Buk. Doain kami ya, Buk”

Aku ingat sekali tatapan mereka yang teduh itu. Aduhaaaaaiiii.. senang sekali rasanya jika kita ternyata masih diingat. Itulah yang aku rasakan saat itu. Ternyata jadi guru itu tidak seburuk yang aku bayangkan. Haha. Malah bisa jadi artis dadakan seperti tadi. Yihaaa..

Nah, mari kita beralih ke sekolah lain. Aku juga pernah ngajar di SMK Penerbangan Aceh. Keren. Itu satu kata yang bisa aku gambarkan. Murid-muridnya itu lho. Disiplin dan sopan abis. Aku senang sekali mengajar disini. Tiap jumpa gurunya, selalu disapa. Tidak ada yg sok-sok kagak lihat atau apalah gitu.

Cuma jangan tanya kalau urusan dalam kelas. Itu sebelas dua belas juga dengan kelas kebanyakan, haha. Tapi bedanya, jika mereka disuruh diam, mereka langsung diam. Disuruh ini itu, mereka nurut. Tidak membangkang. Meskipun ada beberapa yang agak ulok-ulok gitu. Anak muda, biasalah. Memahami mereka sajalah. Aku juga pernah seperti itu dulunya. Karma kali yak. Oh tidaaaaak.

Oke lanjut. Selama ini aku mengajar, baik itu di bimbel, privat, maupun di sekolah, aku belum pernah menemukan siswa yang semangatnya luar biasa seperti ini. Inisal nya Agung, siswa kelas les malam XB SMK Penerbangan. Pernah suatu waktu aku ngajar di kelas ntah XA, ntah XC, intinya bukan XB. Dia kelihatan kecewa, karena ada beberapa hal yang ingin dia tanyakan. Pertemuan selanjutnya, masuklah aku ke XB. Pada saat jam pulang, aku tanya ke dia, “Kemarin itu mau tanya apa, Dek?”

Ooh, ternyata dia menanyakan perihal lomba olimpiade. Wow sekali pikirku. Aku tidak pernah menjumpai murid sesemangat ini.

“Hm gini aja, Dek. Berapa no hape adek? Ntar kalo ada info, biar kakak hubungi.”
“Saya gak punya hape, Kak.”

Dia pun menyuruh Andrian (teman sebangkunya, yang tidak kalah cerdasnya) untuk mencatat nomorku. Oke sip. Tukar menukar hape pun selesai. Saatnya pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang, aku kembali teringat akan semangatnya Agung ini. Aku tidak pernah sebahagia ini pulang ngajar. Karena apa? Karena aku bangga memiliki siswa yang memiliki semangat luar biasa seperti Agung ini. Syalalalalala.

Keesokan harinya dia langsung meng-sms-i ku dengan menanyakan perihal lomba itu. aku katakan bahwa untuk lomba olimpiade sih belum ada info apa-apa. Tapi kalau lomba berhitung cepat biasanya anak Fakultas Teknik Unsyiah selalu mengadakannya tiap tahun. LBFT namanya. Lomba Berhitung Fakultas Teknik. Langsung pikiranku melayang ke Kak Naqiya. Tentor Matematika Phibeta. Alumni FT Unsyiah juga. Langsung kucari dan terus mencari nama kak Naqiya di hape.

Tidak lama kak Naqiya langsung membalas sms itu. Usut punya usut ternyata lombanya akan diadakan besok (red: hari ini). Oh Tuhan, masih sempat mendaftar gak ya?? Langsung kuhubungi contact person yang diberikan kak Naqiya.

Alhamdulillah suara di seberang sana lumayan bersahabat.
“Besok juga adek masih bisa mendaftar kok. Kalo boleh tau, untuk jenjang apa ya?”.
“SMA bang”, jawabku sekenanya.
“Hmm oke, kalau untuk SMA bisa datang sekitar jam 9. Acaranya di Poltek Venezuela, depan sekolah Modal Bangsa ya.”
”Hmm gitu ya Bang, makasi banyak, Assalamu’alaikum”.

Abang yang tidak ku tahu namanya itu pun menutup salam dengan begitu hangat. Alhamdulillah, ternyata masih ada kesempatan. Yang penting ada niat dan usaha. Menang kalah itu persoalan belakang. Melibatkan siswa untuk turut aktif bersaing secara sehat itu yang perlu dikembangkan. Hmm,, semoga saja ini awal yang baik untuk Agung dan teman-teman.

Memang, mengajar itu tidak segampang yang dilihat. Apalagi mentrasfer ilmu. Paling tidak, ini menjadi pengalaman berharga dan terus belajar gimana cara supaya kelas menjadi lebih aman sentosa. Ngajar gak pake tereak-tereak. Hawa teuh.

*Salam mendidik
Ketahuan ni yang ngajar suka teriak-teriak,, hahah