Pages

Sabtu, 08 Februari 2014

Mengajar itu Ternyata “Gli-gli Meunan”



Hayeeuuu -_-

Pernahkah kalian merasa gemas dalam menghadapi anak didik? Atau yang sudah berkeluarga, susah menghadapi anaknya yang rewel minta ini itu, makan susah, panas dalam, bibir pecah-pecah?? Loh loh,,

Bagi guru-guru ataupun calon pendidik masa depan, tentu saja tidak akan luput dari permasalahan ini. Aku salah satunya. Ehem. Sebenarnya sih aku udah terbiasa dengan hal seperti ini. Berawal dari mendaftar sebagai tentor matematika di sebuah lembaga bimbingan belajar atau biasanya sering disebut bimbel. Phibeta namanya.

Aku sudah menjadi keluarga besar LBB Phibeta sendiri terhitung sejak 2012. Kurang lebih sudah 1 tahunan. Begitu banyak pengalaman berharga yang aku dapatkan disini. Pernah aku mengajar di satu kelas yang didominasi oleh para lelaki keren. Keluar kelas, kerongkongan kering, bibir pecah-pecah, suara parau, muka memerah. Begitulah sekiranya kesadisan yang akan kita alami mengajar di kelas itu. huft.

Pernah pula aku mengajar di kelas yang super pasif. Aku jadi bingung gimana cara menghidupkan suasananya. Diberi soal ini itu mereka bisa. Hanya saja pemalunya ini mengalahkan pemalu nya yang ngajar. Halah. 1 jam 15 menit itu rasanya berjalan sangat lamban. Akhirnya aku mencoba untuk membuat cerdas cermat gitu. Untuk yang 1 ini, lumayan berhasil. Tapi tidak untuk kelas yang didominasi oleh lelaki keren tadi. Huft. Ternyata, tidak sama cara pendekatan yang kita lakukan untuk murid-murid yang berbeda karakternya. Ya iyalah, kan udah belajar pas kuliah. Haduuuhh Helka.

Lain pula ketika mengajar langsung di sekolah. Pertama sekali aku mengajar di SDN 50 Geuceu. Seperti biasa. Aku mengalami dilema akut. Banyak anak yang minat belajarnya cukup kuat. Tapi anak yang masih suka main-main di dalam kelas juga tidak kalah banyaknya. Toak mana toak. Jujur, aku butuh pengeras suara. Karena volume suara ku yang terbilang tidak cukup besar, aku agak kewalahan menghandle bocah-bocah itu.

Keluar dari kelas, suara berubah jadi seksi. Parau gila. Begitu tiap minggunya. Aku tidak cukup pintar menarik perhatian mereka. Heu heu. Semangat.

Tapi pernah ada kejadian menarik di sekolah ini, nyaris syahid. Aku pernah berpura-pura ajok di kelas. Gak mau ngajar. Padahal mana ada. Itu ku lakukan karena kehabisan akal mendiamkan mereka. Walhasil, ternyata berhasil,, bhahahah,, kelas jadi seperti kuburan. Cuma ada suara aku yang berbicara. Saya pengusaha disini, jangan macam-macam ya!

Sepulangnya mereka berpamitan dan bersalaman denganku sambil minta maaf berulang-ulang. Khi khi khi. Wajah polos mereka mengalahkan keegoisanku. Aku pun tidak tahan untuk tidak tersenyum dan mereka kembali bersorak-sorak gembira. Alahai aneuk manyak.

Minggu depannya aku berhalangan hadir di kelas tersebut. Bukan karena aku masih marah sama mereka, tapi karena ada jadwal kuliah tambahan, sehingga harus diganti oleh tentor lain. Satu minggu setelah minggu itu, aku pun kembali bisa masuk di kelas itu. Eee ternyata, minggu lalu mereka mengira aku masih ajok sama mereka makanya gak masuk. Wkwkwkwk. Aku terkekeh sendiri mendengar pernyataan mereka.

“Buk, buk, minggu lalu kenapa gak masuk? Ibu masih marah ya sama kami?”
“Kami minta maaf ya, Bu”.

Hahaha.. Aku pun menjelaskan perihal kenapa aku tidak bisa masuk dan mereka kembali menerimaku. Dua puluh menit pertama berjalan sesuai dengan rencana. Bereh. Ternyata akting marah ecek-ecek aku itu berhasil. Aku senang sekali melihat kelas yang tenang dan aktif bertanya seperti itu.

Memasuki menit-menit selanjutnya, kelas kembali seperti dulu. Ya salaaam. Benar-benar boccaaaaaahhhh!!! Tapi aku cukup menikmati kelas itu. Cara terakhir, aku harus mengajari mereka dengan mendatangi per meja. Ribet memang, karena menghabiskan banyak waktu. Tapi apalah daya, suaraku tidak cukup besar untuk satu kelas itu. Yang penting, apa yang aku sampaikan bisa mereka mengerti. Karena salah satu amalan yang tidak terputus adalah ilmu yang bermanfaat. Selama jam pelajaran berlangsung, harus ada sesuatu yang mereka bawa pulang, yaitu ilmu. Harus!! Tidak muluk-muluk. Tidak muluk-muluk tapi kenapa pakek harus ya?? Terdengar seperti pemaksaan. Hahaha, alah hom.

Kurang lebih 2 atau 3 bulan aku mengajar di SD itu untuk persiapan UN mereka. Anggaplah 3 bulan. Selesailah 3 bulan itu. Aman sentosa, pikirku. Eh, ternyata aku kangen juga. Hahaaha,, cari mati. Terlebih saat anak SD itu mengirimiku sms yang isinya memintakan doa agar ujian mereka berhasil. Ya Tuhan, aku salah berpikir aman sentosa tadinya. Malahan sekarang aku was-was dengan hasil ujian mereka.

Beberapa minggu kemudian, aku singgah ke Blang Padang dengan sahabat-sahabat tercinta. Pada saat itu ada pameran rumah hantu gitu. Iseng, kami pun mencoba masuk ke dalamnya dengan terlebih dahulu mengantri tiket masuk. 

Ceritanya lagi ngantri nih. Tiba-tiba aku diserbu oleh 4 orang bocah yang wajahnya tidak begitu asing.
“Ibuuuuuuuuuuuukkkkk”, mereka serempak berteriak sambil pegang-pegang gitu, gaya khas anak-anak.
Omak ee teuh aneuk manyak nyoe. Mendengar itu, aku pun syok berat. Puluhan mata yang berada di dekatku beralih memandangi kami. Aku pun terpaksa menghindari kerumunan dan mengajak mereka keluar dari antrian. Yang bener aja aku dipanggil Ibuk di tengah kerumunun seperti itu. Hilang deh kerennya. Hiks.

“Kalian ngapain disini? Pergi dengan siapa?”, tanyaku penasaran.
“Dengan orang tua, Buk”, jawab salah seorang anak.
“Terus mana orang tua kalian?”
“Lagi keliling-keliling, Buk.”

Dalam hati (Ya Tuhan, berani sekali mereka. Dulu waktu aku sekecil mereka, aku tidak pernah dilepas sendirian di tempat seramai ini. Jika pun dilepas, aku siy kagak berani. Huhu,, paayaaah)

“Oiya, kapan pengumuman kelulusan UN nya?”
“Minggu depan, Buk. Doain kami ya, Buk”

Aku ingat sekali tatapan mereka yang teduh itu. Aduhaaaaaiiii.. senang sekali rasanya jika kita ternyata masih diingat. Itulah yang aku rasakan saat itu. Ternyata jadi guru itu tidak seburuk yang aku bayangkan. Haha. Malah bisa jadi artis dadakan seperti tadi. Yihaaa..

Nah, mari kita beralih ke sekolah lain. Aku juga pernah ngajar di SMK Penerbangan Aceh. Keren. Itu satu kata yang bisa aku gambarkan. Murid-muridnya itu lho. Disiplin dan sopan abis. Aku senang sekali mengajar disini. Tiap jumpa gurunya, selalu disapa. Tidak ada yg sok-sok kagak lihat atau apalah gitu.

Cuma jangan tanya kalau urusan dalam kelas. Itu sebelas dua belas juga dengan kelas kebanyakan, haha. Tapi bedanya, jika mereka disuruh diam, mereka langsung diam. Disuruh ini itu, mereka nurut. Tidak membangkang. Meskipun ada beberapa yang agak ulok-ulok gitu. Anak muda, biasalah. Memahami mereka sajalah. Aku juga pernah seperti itu dulunya. Karma kali yak. Oh tidaaaaak.

Oke lanjut. Selama ini aku mengajar, baik itu di bimbel, privat, maupun di sekolah, aku belum pernah menemukan siswa yang semangatnya luar biasa seperti ini. Inisal nya Agung, siswa kelas les malam XB SMK Penerbangan. Pernah suatu waktu aku ngajar di kelas ntah XA, ntah XC, intinya bukan XB. Dia kelihatan kecewa, karena ada beberapa hal yang ingin dia tanyakan. Pertemuan selanjutnya, masuklah aku ke XB. Pada saat jam pulang, aku tanya ke dia, “Kemarin itu mau tanya apa, Dek?”

Ooh, ternyata dia menanyakan perihal lomba olimpiade. Wow sekali pikirku. Aku tidak pernah menjumpai murid sesemangat ini.

“Hm gini aja, Dek. Berapa no hape adek? Ntar kalo ada info, biar kakak hubungi.”
“Saya gak punya hape, Kak.”

Dia pun menyuruh Andrian (teman sebangkunya, yang tidak kalah cerdasnya) untuk mencatat nomorku. Oke sip. Tukar menukar hape pun selesai. Saatnya pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang, aku kembali teringat akan semangatnya Agung ini. Aku tidak pernah sebahagia ini pulang ngajar. Karena apa? Karena aku bangga memiliki siswa yang memiliki semangat luar biasa seperti Agung ini. Syalalalalala.

Keesokan harinya dia langsung meng-sms-i ku dengan menanyakan perihal lomba itu. aku katakan bahwa untuk lomba olimpiade sih belum ada info apa-apa. Tapi kalau lomba berhitung cepat biasanya anak Fakultas Teknik Unsyiah selalu mengadakannya tiap tahun. LBFT namanya. Lomba Berhitung Fakultas Teknik. Langsung pikiranku melayang ke Kak Naqiya. Tentor Matematika Phibeta. Alumni FT Unsyiah juga. Langsung kucari dan terus mencari nama kak Naqiya di hape.

Tidak lama kak Naqiya langsung membalas sms itu. Usut punya usut ternyata lombanya akan diadakan besok (red: hari ini). Oh Tuhan, masih sempat mendaftar gak ya?? Langsung kuhubungi contact person yang diberikan kak Naqiya.

Alhamdulillah suara di seberang sana lumayan bersahabat.
“Besok juga adek masih bisa mendaftar kok. Kalo boleh tau, untuk jenjang apa ya?”.
“SMA bang”, jawabku sekenanya.
“Hmm oke, kalau untuk SMA bisa datang sekitar jam 9. Acaranya di Poltek Venezuela, depan sekolah Modal Bangsa ya.”
”Hmm gitu ya Bang, makasi banyak, Assalamu’alaikum”.

Abang yang tidak ku tahu namanya itu pun menutup salam dengan begitu hangat. Alhamdulillah, ternyata masih ada kesempatan. Yang penting ada niat dan usaha. Menang kalah itu persoalan belakang. Melibatkan siswa untuk turut aktif bersaing secara sehat itu yang perlu dikembangkan. Hmm,, semoga saja ini awal yang baik untuk Agung dan teman-teman.

Memang, mengajar itu tidak segampang yang dilihat. Apalagi mentrasfer ilmu. Paling tidak, ini menjadi pengalaman berharga dan terus belajar gimana cara supaya kelas menjadi lebih aman sentosa. Ngajar gak pake tereak-tereak. Hawa teuh.

*Salam mendidik
Ketahuan ni yang ngajar suka teriak-teriak,, hahah

0 komentar:

Posting Komentar