Guru :
Pagi anak-anak, hari ini kita belajar tentang garis singgung lingkaran ya, ada
yang tau apa itu garis singgung lingkaran?
Murid :
Yang saya tau, lingkaran gak pernah tersinggung, Buk. Cuma manusia yang bisa
tersinggung.
Guru : Cerdas!!
Murid : Saya tau saya cerdas. Banyak kok Buk yang
bilang gitu!
Guru : @#&!(!)&@%$@^!*!(*&^%$(ngunyah
papan tulis)
Peserta didik itu susah ditebak. Sama seperti
para lelaki yang bilang kalau wanita itu susah ditebak. Padahal kan wanita
hanya ingin dimengerti,, fufu.. *sisir poni.
Kali ini tantangan mengajarku lebih
keras kawan. Ngajar dalam bahasa Inggris. English mamen, English. Gillak.
Kepikiran saja tidak. But, well, show must go on, idddiiihh,, gaya bener.
Jadi ceritanya ada anak Fatih SD nih,
kelas 3 dan kelas 5. Yang kelas 5 cewek semua. Zalva, Yazka, Indy, dan Chita
namanya. Cukup lucu dan menggemaskan. Awalnya aku memasuki kelas, aku sapa
mereka dengan dialog English yang sudah lumayan terhafal dan tersusun rapi di
kepala. Bahkan, kakak yang sekamar kost denganku hampir muak mendengar aku yang
asik ngoceh belepotan di depan cermin.
Maklum, masuk kelas ini bikin hati
deg-deg ser. Jadi, segala persiapannya pun kudu dimatangkan. Mulai dari materi
dan bahasa Inggrisnya. Ingat bahasa Inggrisnya, beuuugh bikin pucat seketika. Belum
lagi masuk ngajar aku udah terkapar duluan. Aih, lemah sekali anak muda.
Gak gak, gak boleh gini. Aku pun
bangkit kembali dan memompa semangat. Kan mereka masih kecil, santai saja lah
Helka. Aku pun menyemangati diri sendiri. Semangat Helka. Huft. Sepuluh menit
kemudian, tertidur.
Lagi dan lagi aku mencari dan
memperbaharui kosa kata baru. Hmm lumayan. Ngitung-ngitung nambah vocab. Oke,
tibalah kita saat mengajar di kelas 5 tadi. Aku pun menyapa mereka dengan
dialog yang telah aku latih berkali-kali itu.
Gilaaakk. Mereka nya cool abis. Menjawab
sekenanya. Aku jadi kikuk dibuatnya. Otot kakiku melemas. Rasanya ingin
meleleh. Tanda seru pun muncul di kepala. Kebayang gak gimana saat kalian
sedang semangat-semangatnya berbicara, ee lawan bicara kalian malah sok keren
gitu. Menjawab sekedar hm, ya, oo. Ngenes banget kan. *lari ke kamar mandi.
Kalian kira cuma kalian yang bisa cool?
Baik, fine, aku juga. Oke, pelajaran dimulai, masing-masing barisan dipimpin
oleh ketua barisannya. Hiyaak, kenapa malah ini.
Lambat laun, mereka bisa juga kuakrabi.
Terkadang aku menimpali dengan bahasa Indonesia juga. Maklum, lama tinggal di
Jepang. Jadi, jangan kira Inggrisku sudah keren abis. Nggak, sama sekali nggak.
TOEFL juga masih ngadat gini.
Yap, selawet ini, no problemo untuk
kelas 5. Mari kita beralih ke kelas 3. Siapa saja yang menduduki peringkat ini?
Yuhu, ada Radeth, Mirqal, dan Yafi. Mereka tidak kalah kerennya kok dengan yang
cewek-cewek tadi. Hanya saja, kelas ini lumayan ribut. Ribut sejadi-jadinya. Seperti
di film-film, otak rencana jahat itu cuma satu orang, selebihnya ya hanya
ikut-ikutan. Gitu juga dengan mereka. Mereka siy gak jahat. Cuma kurang
mengerti hati wanita saja. What? Apalagi ini!
Mari ku ceritakan sedikit tentang
mereka. Mirqal. Anak ini lumayan pendiam dibanding yang lainnya. Pemalu lebih
tepatnya, tapi gak malu-maluin. Gak kayak aku. Ada yang chat ping. Aku malah
balas pong. Mana aku tau kalau itu salah satu cara untuk menyapa pemilik hape
BB yang lain agar BM nya segera terbaca. Yeee,, Bukan salah bunda mengandung
ya. Gak punya BB, emang kenapa? *mulai lapar.
Mirqal anak yang cukup cerdas. Semua soal
bisa dibabat habis dengan cepat hanya dengan melihat satu contoh saja. Luar biasa.
Semangat membara.
Kemudian Radeth. Anak ini sumringah
betul. Selain cerdas, dia juga cukup percaya diri. Tak perlu diragukan lagi. Bahkan
minggu lalu, dia sendiri yang mengatakan bahwa nilai ujian matematika nya dapat
nilai 100.. wes, perfecto.
Hebat. Penyuka Barca ini cukup gesit. Tidak
kalah gesitnya dengan Mirqal. Mereka selalu berlomba-lomba menyelesaikan soal
dengan cepat. Terkadang mereka berseru keriangan manakala satu diantara mereka
keliru menjawab soal. Seakan menjelaskan, “Akulah sang pemenang”. Haha, ada-ada
saja.
Terakhir, Yafi. Berbeda sekali dengan
dua koleganya tadi. Yafi anak yang manis. Cukup manis. Yafi adalah adik dari
Yazka, yang kelas 5 di atas tadi. Lain Yazka, lain pula Yafi. Yazka penurut
meskipun sedikit manja. Nah, kalau Yafi, manja kali kali kali.
Pernah waktu itu apapun yang aku
katakan hanya dibalas dengan jawaban yang cukup memprihatinkan pemirsa.
“Yafi, where is your homework book?”
(masih cukup tenang)
“I don’t know.”
“Don’t you want finish it?” (masih
sabar)
“No.”
“Your friends almost done all of them”. (mulai
naik pitam)
“I don’t care, I’m sleepy.”
“Okay, I just give you five minutes to take
a break. Just five minutes!!” (pengen ngilang, cling)
“No, I don’t want five minutes. I want
six minutes.”
Tarik nafas panjang-panjang. Ya elah,
apa bedanya lima sama enam. Beda satu menitan gini.
“Okay, six minutes from now. No bargaining
anymore!”
“Okay.”
Lalu heningkan cipta. Suasana menjadi
hening. Alhamdulillah syukuuuurrr,, syukuuurr. Hanya sesekali terdengar suara
Mirqal dan Radeth yang sedang berdiskusi.
“Not like that”, Radeth memecah
kesunyian, “But like this.”
Aku membiarkan saja mereka berdiskusi
sambil sesekali mengintip dan menguping pembicaraan mereka. Hahah. Kan ceritanya
lagi ngisi absen tapi. Huhu, goyaang,,
“Time is up, Yafi, hello Yafi, time is
up.”
Padahal masih tiga menitan gitu ntah. Soalnya
gak pake jam tangan. Cadik kali buk guru ni, haha.
“No, five minutes more, Miss”, Yafi
merengek lagi.
Oh Tuhaaan, apa salahkuuu??
“No Yafi, I have gotten your words.
Stop complaining!!!!”
Ciyee, mulai tegas ni yee,, ciyee
Dengan malas Yafi pindah dari tempat
duduknya di belakang ke depan dan mengeluarkan buku PRnya. Okay, Seems good.
“Gimana dek PRnya?”
“Don’t Call Me, Dek.” (setengah menjerit)
Ya Allah..
“Okay, okay, how about your homework,
Yafi?”
“Don’t call me, Yafi.” (menjerit lagi, kali ini lebih keras. Bisa dibilang tiga per empat)
Huft. Ka lom.
“So, what do you want, Yafi?” (mulai
frustrasi, pengen banting-banting meja, malah keceplosan panggil Yafi lagi)
“Doooooon’t caaaall meeeee, Yaaafiiiiii!”
(sempurna menjerit sambil ketok-ketok meja)
Hiiisssshhh,, banting kakak, dek,
banting. -_-
“Ups, sorry, I was forget. So, what do
you want? (buru-buru mengakhiri kalimat, takut terucap Dek dan Yafi lagi. Goyang
kelas yang ada)
Dengan senyum bangga dia mengucapkannya,
“Call me Hunter Knight!”
Hiyaak.. pu nyan? Senyum yang bagiku
gak da keren-keren nya waktu itu. Dengan hati mendidih seperti itu, mana pula
aku sempat berpikir itu senyum keren apa tidak. Pun, apa itu Hunter Knight? Aku
gak pernah dengar. Ndeso juga ya aku iki. Bodo amit.
“Ya udah, Hunter Knight yang ganteng dan baik
hati, rajin menabung dan sayang ibu bapaaaak.. “
“Bukan ibu bapak, tapi mama papa.”
“Okay fine (mulai lapar). Kakak
ulang, Hunter Knight yang ganteng dan baik hati, rajin menabung dan sayang mama
papa, mana PR nya?”
“This one, Miss,"
“Nah, Hunter Knight, coba kerjakan yang ini
sampai yang ini. Tadi udah kakak kasih contohnya kan yang itu. Nanti kalau ada yang gak
ngerti tanya sama Kakak ya. Kakak periksa dulu punya Mirqal dan Radeth”.
“Okay, Miss.”
Kali ini senyumnya benar-benar keren. Menghadapi
anak kecil seperti ini memang butuh tenaga dan pemahaman yang besar, kawan.
Sungguh!
Lumayan nih. hehe
BalasHapushehe,, maaci,,
BalasHapussering2 mampir yaa,,
anggap aja gubuk sendiri,, loh,,