“Pakon
cuma yang botol mantong, Nek, yang neucok?”, tanyaku siang itu. Nenek pengais sampah
botol plastik itu hanya sedikit menaikkan lengkungan di bibirnya. Namun gurat-gurat
kesedihan dan kelelahan jelas sekali tergambar dari tekstur wajahnya yang
dibasahi peluh. Jelas sudah, dengan hidup seperti itu, untuk senyum pun susah.
Saban hari harus menyambangi tong sampah demi mendapati pengganjal perut.
Di
taman Putroe Phang ini, aku memilih berdiam menyendiri. Mengedarkan pandangan
ke keadaan sekitar. Beberapa orang sedang duduk melingkar. Terlihat serius seakan
membahas sebuah proyek besar. Tidak jelas apa. Hanya mereka dan Tuhan yang
tahu. Kumpulan yang lainnya, berpenampilan rapi, sibuk dengan aktivitasnya
sendiri. Nenek melanjutkan perjalanannya mengais sampah botol plastik dari satu
tong sampah ke tong yang lainnya. Kontras sekali pemandangan siang itu. Nenek
yang menenteng dua plastik besar berisi sampah terus menyusuri tong sampah
hanya demi-bisa jadi-melanjutkan hidup.
“Aku
ingin menjadi orang kaya”, pekikku dalam hati sembari melemparkan senyum,
sebelum nenek akhirnya melanjutkan perjalanannya.
Ya,
dulu aku pernah bermimpi untuk hidup sesederhana yang aku bisa. Memiliki keluarga
kecil, rumah sederhana yang jauh dari pusat kebisingan, anak-anak yang cerdas,
dan kendaraan yang bisa memanjakan kami untuk berkeliling-keliling kota. Yang penting
aku bahagia. Kebutuhanku tercukupi.
Menjadi
sederhana itu pilihan. Tidak ada yang salah dengan pilihan. Tapi, pemikiran
tersebut, mau tidak mau, suka tidak suka, karena memilih hidup sederhana
seperti itu kini bagiku terdengar begitu egois. Bahagia hanya untuk diri
sendiri.
Hari
ini, di taman Putroe Phang ini, aku masih tetap ingin hidup sederhana. Tapi aku
ingin kaya. Di
luar sana, peminta-minta yang masih usia SD berkeliaran dari satu toko ke toko
lainnya. Sepeninggal mereka, masuk lagi pengemis lain dengan ciri serupa. Miris.
Yang
membuat suatu negara menjadi miskin adalah rendahnya kualitas pendidikan di
suatu negara tersebut, di samping faktor malas.
Begitu yang aku tau saat sekolah
dulu. Selain itu, kemiskinan seolah menjadi budaya yang sangat sulit untuk
dihilangkan, apalagi dimusnahkan. Budaya tersebut membentuk pemikiran suatu
kaum untuk tidak ingin kaya. Seolah kemiskinan merupakan virus yang berkembang
dalam inang dan kemudian perlahan-lahan melumpuhkan sistem imun tubuh.
Banyak
yang berdalih, “Tidak apa tidak kaya harta, yang penting kaya hati. Tuhan
melihat hambanya kan bukan dari berapa banyak kekayaan yang mereka kumpulkan,
tapi dari ibadahnya. Toh garis hidup kita, telah dituliskan.”
Hey,
bukankah itu terdengar seperti mencari-cari alasan. Mengkambinghitamkan Tuhan
atas pilihan hidup kita.
Aku
bosan setiap menikmati makanan di warung makan, kedatangan tamu tak diundang yang
menyerahkan amplop sedekah. Aku muak di setiap titik lampu merah mendapati
orang yang selalu menengadahkan tangan.
Andai
semua orang ingin menjadi kaya, dan membantu sesama, akankah pemandangan
seperti itu akan terlihat?
Sore
itu aku memutuskan untuk menjadi orang kaya. Memiliki banyak uang untuk
kemudian membantu saudara-saudara yang membutuhkan. Aku ingin banyak uang, untuk
membantu adik-adik itu mengeyam bangku pendidikan dan tidak lagi masuk keluar
toko menyerahkan amplop. Aku ingin banyak uang, agar kelak bisa membagi hartaku
dengan anak-anak yatim dan berbagi cerita bersama. Aku ingin kaya, agar aku bisa membeli dagangan kakek
tua di pinggir jalan. Ya, Aku ingin kaya. Aku ingin kaya
.
Aku
ingin sedikit memudahkan mereka untuk tersenyum. Berbagi harta, berbagi rasa.
Mungkin
aku akan bahagia dengan hidup sederhana. Keluargaku akan bahagia. Tapi sederhana
saja tidak akan membawa kebahagiaan bagi nenek itu, adik-adik itu, dan kakek di
pinggir jalan.
Bagi
yang masih ingin hidup sederhana saja, lakukanlah lebih banyak lagi pengamatan.
Amati keadaan sekitar. Kelak kita akan menemukan misteri-misteri lain yang akan
semakin menguatkan bahwa sederhana saja tidak cukup.
Ayolah,
jangan mau bahagia sendiri.
Jadilah
kaya, dan bantu sesama.
Tulisan
sederhana dari orang sederhana yang ingin jadi orang yang tidak sederhana alias
kaya.
#MulaiMenulis2014
aamiin, semoga dapat segera terwujud cita-cita mulia tersebut, :-)
BalasHapusaamiin! kaya raga jiwa ya! ;)
BalasHapus