“Makanya, bacalah koran! Jangan rugi Ayah beli tiap hari”. Kalimat ini
sering diulang ayah manakala yang kami lakukan hanya mengangguk dengan tatapan
tak berarti gegara tak nyambung saat diajak diskusi mengenai permasalahan di
negeri ini. Jika sudah begini, maka kami siap pasang telinga untuk selanjutnya
diberi siraman rohani.
Berlangganan koran Seram** menjadikan ayah sosok yang banyak tahu, menurut
pandangan saya, sehingga saya sering menjadikannya sebagai tempat bertanya.
Ayah jarang menyatakan kata-kata cinta, tapi ayah tak jarang memberikan
petuah-petuah bernuansa cinta. Meski belum tergolong ke dalamnya, tapi darinya
saya belajar kesederhanaan dalam berkehidupan.
Pernah suatu ketika ayah menyesali ketidakmampuannya membawa kami mengelilingi
ibu pertiwi, namun ia berharap banyak dengan membaca koran, kami bisa
menjelajah negeri.
Lebih dari itu, banyak-banyaklah membaca!
Pesan ini saya tangkap sambil lalu saat meminta uang untuk keperluan membeli buku, ayah tak pernah bertanya banyak, bahkan bersemangat dan bersedia menemani berbelanja. Berbeda halnya dengan barang mewah sekayak laptop dan hape. Ayah akan bertanya detail keperluannya untuk apa. Heuheu. Baginya, hape yang bisa smsan dan telponan itu sudah cukup.
Dibandingkan saudara saya yang lain, bolehlah dikata yang saya memiliki
sedikit kesamaan dalam hal membaca. Ayah senang membaca koran dan Quran, sedang
saya senang membaca buku bacaan.
Ah, buku-buku bagus dan menarik terus saja bermunculan.
Siap.. sedia.. tembak.. dor!!!
Siap.. sedia.. tembak.. dor!!!
0 komentar:
Posting Komentar