Pages

Rabu, 24 September 2014

Modis Sesuai Syari’at, Kenapa Tidak?

Berbicara tentang wanita, maka berbicara tentang fashion dan style. Anggapan jika tidak mengikuti style, maka dianggap kolot tidak perlu dipertanyakan lagi. Sama seperti anggapan jika laki-laki tidak merokok maka dianggap tidak macho. Seolah merokok telah menjadi gaya terbaru yang patut diimplementasikan dalam kehidupan sosial. Tidak jelas apa landasan yang digunakan sehingga label demikian bisa melekat manakala pelaku tidak mengikuti fashion dan style yang sedang gencar diikuti.

Maraknya fenomena jilboobs yang beredar melalui foto-foto di dunia maya telah banyak menyedot perhatian publik. Jilboobs sendiri merupakan istilah yang digunakan bagi para wanita yang menggunakan jilbab dan pakaian yang “membungkus”. Berpakaian, tapi sejatinya tidak. Saat melihat foto tersebut muncul di beranda jejaring sosial media, seperti facebook, maka titik fokus kita dapat dipastikan hanya berhenti pada satu titik. Titik yang bagi kaum perempuan harusnya menjadi perhiasan yang tidak begitu saja dijajakan dan dinikmati publik.

Fenomena jilboobs yang sebagian besar dilakoni oleh kaum hawa mulai meresahkan masyarakat. Pasalnya, kebiasaan menggunakan jilbab yang tidak syar’i tersebut mau tidak mau telah berhasil memposisikan dirinya sebagai tren baru di kalangan fashionista. Maka, seperti yang dikatakan di awal, jika tidak mengikuti tren, maka bisa dipastikan mendapatkan label kuno, kolot, katro, tidak gaul, dan lain sebagainya. Ditambah lagi dengan aksi ikut-ikutan yang telah menjadi habit bagi remaja itu sendiri. Akibatnya, peran perempuan yang menjalankan dakwah dengan menggunakan jilbab yang syar’i--dalam artian sesuai dengan aturan Islam--tenggelam dengan hadirnya muda mudi yang labil seperti ini.

Pendidikan Agama Merupakan Modal Utama
Apakah Provinsi Aceh yang notabene berlabelkan Serambi Mekkah juga terjangkiti virus jilboobs? Sayangnya, jawabannya adalah ya. Hal inilah yang menjadi salah satu tolak ukur, sudah sejauh manakah implementasi syari’at Islam di bumi Serambi Mekkah. Jangan-jangan selama ini hanya berada di serambinya saja. Tak beranjak dari zona nyaman tersebut.

Miris. Minimnya pengetahuan agama boleh jadi merupakan satu dari banyak faktor penyebabnya. Di samping, penggunaan televisi dan penyalahgunaan sosial media. Hal ini menjadi PR besar bagi kita selaku masyarakat dengan penduduk Muslim terbanyak kedua di Indonesia setelah Sumatra Barat.

Kita kembali pada fenomena jilboobs. Berpakaian, tapi sejatinya tidak. Benarkah wanita yang berpakaian tapi telanjang tidak masuk surga bahkan tidak mencium baunya? Mari kita tilik kembali hadist berikut: “Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Dua golongan dari penghuni neraka yang belum aku temui; suatu kaum yang selalu membawa cemeti bagaikan ekor-ekor sapi, dengannya dia memukuli manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, cenderung tidak taat, berjalan melenggak-lenggok, rambut mereka seperti punuk onta, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium bau surga padahal bau surga tercium dari jarak sekian“. (HR. Muslim)

Dapat dibayangkan, untuk mencium baunya saja tidak bisa, apalagi memasukinya. Na’udzubillah. Terlebih mudharat yang didapatkan oleh perempuan-perempuan pengguna jilboobs ini. Sudah tak terkirakan berapa banyak foto mereka yang tersebar dan menyeraki dinding para facebooker. Tujuan penulisan ini bukanlah untuk menghakimi ataupun menyalahkan pilihan para perempuan yang fashionholic. Saya perempuan. Barangkali Anda pun perempuan yang memiliki anak perempuan atau cucu perempuan.

Siapa sih perempuan yang tidak suka fashion? Namun perlu digarisbawahi. Fashion syar’i. Memangnya ada? Tentu saja. Allah menyukai segala sesuatu yang indah. Fashion adalah kata lain untuk mengungkapkan keindahan. Bagaimana kita bisa terlihat modis namun tetap berpenampilan syar’i. Pastinya bukan jilboobs solusinya. Kita bisa mensiasati penampilan dengan tetap menggunakan kerudung yang lebar yang dimodifikasi namun tidak melupakan esensinya yang menutupi dada dan pakaian yang longgar.

Syarat Mutlak Pakaian Wanita Muslimah
Ada kecenderungan bagi wanita yang taat menjalankan perintah agama untuk menjadikan rumah sebagai basecamp demi memelihara keselamatan lahiriahnya. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 33 yang berbunyi: “Dan tetaplah kamu dalam rumahmu.” Ayat ini menjelaskan betapa Allah memuliakan kedudukan wanita dalam Islam. Ibarat berlian yang begitu berharga dan tersembunyi. Namun, ini bukan berarti ajaran Islam seolah menyembunyikan wanita dalam peradaban. Sama sekali tidak. Inilah bentuk kecintaan Allah pada hamba-hambaNya. Untuk itulah Allah mengatur sedemikian banyak aturan agar hamba-hambaNya dapat menjalankan roda kehidupan yang benar sesuai syariat. Jika pun harus keluar rumah untuk suatu kepentingan yang begitu mendesak, maka diperintahkan untuk memakai pakaian syar’i. Paling tidak, memenuhi beberapa poin berikut.

1. Menutupi aurat
Menutupi aurat dalam pengertian benar-benar menutupi sesuai yang disyariatkan, yaitu tidak ketat dan menampakkan lekuk tubuh. Banyak cara memodifikasi pakaian agar terlihat modis, namun tetap syar’i. Apalagi dengan kehidupan yang semakin global dan canggih seperti ini.

2.  Motif dan warnanya tidak mencolok
Alangkah baiknya menggunakan pakaian yang tidak tembus pandang dan warnanya yang tidak mencolok agar tidak mengundang perhatian laki-laki. Demikian Allah telah mengatur aturan berpakaian demi menjaga kehormatan perempuan. Di samping itu, perempuan dilarang memakai pakaian yang terlalu bermewah-mewahan. Karena sejatinya, sesuatu yang berlebih-lebihan pastilah tidak baik.

3. Tidak menyerupai pakaian laki-laki dan kaum kafir
Untuk yang satu ini, jelas Allah telah menerangkan dalam Al-Quran yang bahwa sanya jika kita mengikuti satu kaum, maka kita termasuk ke dalam golongan kaum itu. Rasullullah juga telah menerangkan secara tegas larangan memakai wangi-wangian bagi para wanita, “Siapa saja perempuan yang memakai harum-haruman, maka janganlah ia menghadiri (sholat) ‘Isya (di masjid) bersama kami.” (Shahih riwayat Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i dari Abu Hurairah). Lebih lanjut Rasulullah SAW bersabda “Siapa saja perempuan yang memakai minyak wangi kemudian ia keluar, lalu ia melewati suatu kaum (orang banyak) supaya mereka mendapati (mencium) baunya, maka dia itu adalah perempuan zina/tuna susila.” (Hasan riwayat Ahmad, Nasa’i, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban, Hakim, Ibnu Khuzaimah, dan Thahawi dari Abu Musa).

Allah telah mengatur semuanya untuk memudahkan kita. Lalu, nikmat mana pula yang kita dustakan?

Tulisan ini pernah diposting di http://www.potret-online.com/index.php/news-flash/1384-modis-sesuai-syariat-kenapa-tidak?fb_comment_id=871386656205608_871419982868942#fa921aaa8

0 komentar:

Posting Komentar