Untukmu...
Tunggu, lagi-lagi aku memulai
tulisan dengan kata ini. Entah sebab rindu atau apa, aku mulai bergairah
menulis jika itu tentang kamu. Kurasa aku mulai menyukai kata-kata ini.
Namun kali ini, simaklah ulasanku
dengan saksama dan hati-hati. Karena aku tidak tahu cara memenangkan hatimu,
dan aku bukanlah gadis yang lihai dalam berkata-kata, maka melalui ini,
bacalah!
Apakah kau akan membacanya? Entah.
Aku tak begitu yakin. Tapi kutulis saja, mana tau takdir yang akan membawamu
berkunjung kemari. Entah kapan. Entah kapan.
Aku pernah merasa cenderung
terhadapmu. Apa kau sadar itu? Ah, aku terlalu sibuk untuk memikirkan apa yang
kau pikirkan. Kau pun sibuk dengan tanggung jawabmu. Maka kubiarkan saja
jawabannya menguap. Yang kutahu, aku hanya pernah cenderung. Entah sejak kapan.
Entah sejak kapan.
Kamu memiliki kepercayaan diri
dan kebebasan berekspresi. Sesuatu yang tidak kumiliki. Di samping yang pernah
kudengar, kau pun cakap dalam pendidikan agama. Aku larut dalam fantasi gila
hingga ku sadar akan diri yang tidak menarik dan membosankan ini. Hei, apa
hebatnya sosok yang susah bergaul dan monoton? Sejak saat itu, aku pun mulai
menarik diri terhadapmu. Aku kehilangan rasa percaya diri. Kucoba merayu hati
agar tidak terlalu cenderung terhadap sosok yang belum tentu jodohku. Namun kau
tahu, susah betul aku melawan nafsu yang masih betah bersemayam.
Tulisan ini akan menjadi tulisan
terakhirku tentangmu. Ah, kenapa ini terdengar seperti nada ancaman ya? Hmm.. itulah
kenapa sejak awal aku memintamu untuk membacanya dengan saksama dan hati-hati.
Jika suatu saat kau mendapati
lagi tulisanku yang kuawali dengan kata ‘untukmu’, ku harap kau tak berpikiran
itu kamu. Karena kamu kini menjadi kenangan yang akan kusimpan rapat. Tapi
jangan pernah menyalahkan diri sendiri, karena ini boleh jadi cara Tuhan
menghukumku karena lalai akan janji Tuhan. Ketidaksabaranku akan ketetapan-Nya,
ketidaksabaranku akan sosok yang telah disiapkan-Nya membuatku jatuh berkali-kali
pada sosok yang tak pasti, sosok yang kucoba rangkai-rangkai dan mencari
persamaan dengan cara tersendiri.
Aku mulai lelah dengan soalan
ini. Karena kepastian darimu, juga dari Tuhan, belum juga kukantongi. Maka
untukmu, aku berhenti. Jika Tuhan berbaik hati, pasti ada jalan dari-Nya untuk
memudahkan soalan ini. Dan Tuhan pastilah berbaik hati. Jika pun bukan
denganmu, aku yakin, sosok yang mendampingiku kelak akan lebih baik darimu. Aihh,
pede sekali. Tapi memang sudah seharusnya seperti itu. Maka, izinkanlah aku
menghibur sedikit hati yang tengah terguncang ini.
Kuharap Tuhan menampakkan yang
tak terindra olehku, olehmu, dan membantuku meneguhkan hati hingga datang sosok
yang pasti. Tentu ini bukan jalan yang mudah. Karena jodoh ini perkara waktu
yang tepat dan rahasia Tuhan. Namun bukan tak mungkin.
Maka untukmu, ku mencoba mengikhlaskan.
Semoga ini menjadi awalan yang baik
untukku, juga untukmu.
Jumat, Agustus 2016
0 komentar:
Posting Komentar