Pages

Rabu, 12 April 2017

Bercerminlah, Wahai Diri

Menjadi pemenang mungkin menyenangkan. Tapi menjaga kehormatan, jauh di atas segalanya. Imam Syafi'i, satu dari empat imam madzhab yang diakui di dunia, yang paling banyak pengikutnya, yang tajam pemahaman dan bagus daya tangkapnya, mendapat peran penting dalam tulisan kali ini. 

Dari sekian banyak petuahnya, beberapa diantaranya menjelaskan tentang pentingnya menjaga kehormatan diri, terlebih kehormatan lawan bicara. Semisal, ada baiknya jika ingin menasihati, nasihatilah dalam keadaan sunyi agar nasihat tersebut sampai dan tidak mencederai harga diri orang yang dinasihati. 

Ada rahasia dibalik nasihat. Ada jalan setapak yang penuh kehati-hatian dalam penyampaiannya. Namun agaknya prilaku seperti ini sedikit langka dewasa ini. Apalagi dengan penggunaan medsos yang bukan lagi barang langka bagi segenap lapisan masyarakat. Tidak ada yang salah dengan penggunaan medsos selama berbanding lurus dengan kebutuhan. 

Hanya saja, penggunaannya menjadi sedikit tercederai manakala berkumpulnya orang yang mengaku diri cerdik pandai, padahal nyatanya kusut masai. Berdiskusi layaknya ahli, padahal hasil googling sana sini. Okelah anggap saja mereka memang dianugerahi kelebihan dalam beberapa disiplin ilmu, hingga banyak pahamnya. 

Tapi banyak paham saja tidak cukup jika nyatanya sedikit membaca, ogah mengkaji dan mengaji, dan malas berguru. Hal ini diperparah jika menganggap diri paling benar. Ibarat penyakit, sifat ini telah mencapai stadium akhir, kronis, sekaligus kompilasi. Komplit!

Barangkali kita sama. Sependapat bahwa mereka yang jago debat adalah sekumpulan orang cerdas yang dianugerahi pola pikir kritis. Tapi jika semua bersuara, siapa yang akan mendengar. Dewasa ini setiap rahang dipaksa terbuka untuk memperoleh pengakuan. Sedikit yang masih memperbaharui bacaan, mengkaji ulang, mengaji, dan berguru untuk mendapatkan sejumput ilmu baru. 

Tak heran jika saya lagi-lagi terkesan dengan petuah Imam Syafi'i satu ini. Petuah yang berkali-kali saya share di satu-satunya akun medsos saya yang masih aktif. "Pendapatku ini benar," ujar beliau suatu ketika, "Tetapi mungkin mengandung kesalahan. Adapun pendapat orang lain itu salah, namun bisa jadi mengandung kebenaran."

Saksikanlah.. Betapa merendahnya seorang Imam Syafi'i, cendekiawan yang dengan kecerdasannya mampu mematahkan argumen cerdik pandai pada masanya. Bahkan jika ia berargumen bahwa sebatang ranting kayu yang nyatanya bengkok adalah lurus, menanglah ia sebab ketangkasannya dalam mengolah kata dengan redaksi yang fasih. Namun perlu diketahui, ia tidak akan berdebat untuk menang. Ia tidak akan mendebat orang sombong, lagi bodoh. Sebab ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan pernah sampai bagi orang yang dalam hatinya masih ada sifat congkak. 

Bercerminlah, wahai diri. Setiap hari. 

0 komentar:

Posting Komentar