Pages

Sabtu, 27 Desember 2014

Jumat Berkah

Pagi ini, seperti biasa, ibuku selalu mengantar anak bungsunya ke sekolah. Adik yang paling bontot hari ini akan mengikuti ujian semesteran. Pantas saja dua hari yang lalu dia sibuk menanyaiku perihal soal matematika melalui gaya paling klasik, sms-an.

Aku, seperti biasa. Sibuk dengan aktivitas menyibukkan diri sebagai mahasiswa yang rindu akan foto dengan jas berdasi. Hingga suatu ketika aku menerima sms dari Ibu. “Tadi mamak mogok honda sepulang antar adek ke sekolah.”

Hehe, ibu selalu mengatakan sepeda motor dengan sebutan honda. Well yeah, mungkin sudah menjadi kebiasaan di wilayah Aceh, mengatakan sepeda motor dengan sebutan honda. Atau  kalau gak satu lagi, ‘kereta’. Yang jelas, semua paham apa maksudnya. Satu dua mencoba membenarkan. Selebihnya, tutup telinga, menerima dengan penerimaan yang entah. Entahlah sejak kapan kebiasaan ini muncul.

“Gimana ceritanya?”, aku membalas singkat.

Ibu membalas sms dengan menceritakan kronologi kejadian. Sedikit lebih panjang. Kali ini seperti sedang baca koran.

“Ya, pantaslah mogok, Mak. Dari rumah memang minyak nya udah mau habis. Mamaak, mamak”, balasku penuh prihatin.

Aku pun, selalu mengatakan bensin dengan minyak honda. Ya salaam. Contoh Ibu-anak yang kompak.

Ternyata memang bensin nya sudah sedang sakaratul maut sejak di rumah. Nyaris syahid. Tapi ibu tetap yakin dengan rencananya untuk mengisi bensin selepas mengantar adikku ke sekolah. Walhasil, ternyata bensin bukanlah teman yang cocok untuk diajak kompromi. Tepat di depan lampu merah, sepeda motor nya benar-benar berhenti.

“Jadi mamak dorong lah hondanya ya?”, tanyaku. *tu kan Honda lagi!

Ya, akhirnya ibu terpaksa mendorong motornya hingga ke depan pendopo Bireuen. Untuk sekedar melepas lelah. Akhirnya Ibu memanggil RBT (sepupunya tukang ojek) untuk dimintai tolong membelikan bensin. Dalam jeda menunggu RBT, ternyata datang bapak-bapak yang murah hatinya mengantarkan bensin untuk ibu.

“Alhamdulillah, di zaman sekarang masih ada yang peduli seperti bapak ini. Semoga Allah melancarkan rezeki bapak ini”, demikian sms penutup dari ibu berikut dengan peng-aamiin-an dariku.

Semoga kisah si bapak yang baik hati bisa menjadi pembelajaran bagi kita untuk menjadi manusia yang senantiasa mempermudah urusan dan membantu kesulitan orang lain.

Oiya hampir lupa dengan si adek. “Gimana ujian matematikanya?”, aku meng-sms-inya selepas maghrib. “Insya Allah bisa jawab tadi”, balasnya.

Insya allah bisa jawab? Aku sedikit bingung. Maksudnya apa? Akhirnya aku sms lagi. “Berapa soal semuanya? Berapa soal yang gak bisa jawab?”, ngotot bertanya.

“40 soal semuanya, 4 soal yang gak bisa”, balasnya tidak kalah singkat.

Alhamdulillah. Meskipun tidak dapat nilai sempurna, paling tidak, nilainya memuaskan. Insya Allah. Padahal belajarnya lewat sms-an aja dengan kakaknya ini. Semoga nanti ketika menjelang UN, aku bisa balik ke kampung halaman untuk mengajarinya matematika. UN sudah dekat. Semoga aku bisa membantunya. Oh iya, adikku ini masih kelas 6 SD lho. Masih imut-imut. Hihihi..

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaii wasallam bersabda: “Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hambaNya selama hambaNya itu suka menolong saudaranya”. (HR. Muslim) Lihat juga Kumpulan Hadits Arba’in An-Nawawi hadits ke-36).

“Ya Rasulullah, siapakah manusia yang paling dicintai Allah dan apakah perbuatan yang paling dicintai oleh Allah?” Rasulullah Saw. menjawab, “Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain. Sedangkan perbuatan yang paling dicintai Allah adalah memberikan kegembiraan kepada orang lain atau menghapuskan kesusahan orang lain, atau melunasi hutang orang yang tidak mampu untuk membayarnya, atau memberi makan kepada mereka yang sedang kelaparan. Dan jika seseorang itu berjalan untuk menolong orang yang sedang kesusahan itu lebih aku sukai daripada beri’tikaf di masjidku ini selama satu bulan,” (HR. Thabrani).

19 Desember 2014


0 komentar:

Posting Komentar