Pages

Selasa, 24 Desember 2013

Rekam Jejak Acara Untold Stories of Writers 2 (Part 2)


Sambungan cerita semalam (REKAM JEJAK ACARA UNTOLD STORIES OF WRITERS 2 (Part 1)) yang sempat vakum cleaner untuk beberapa waktu.

Langsung saja ya, untuk seminar kali ini, Kak Nuril yang menjadi pemegang kekuasaan, alias moderator. Karena ada sedikit masalah, dan sembari menunggu Adit dan Aslan memperbaiki kesalahan teknis, kak Nuril mengajak ngobrol-ngobrol penonton dan meminta mereka untuk melihat ke bawah kursi, ada apa disana?

Tidak lama kemudian penonton tidak ada yang histeris, kaget atau apalah setelah melihat ke bawah kursi. Dalam waktu sepersekian detik, “Karena memang tidak ada apa-apalah disana”, begitu kata kak Nuril dan membuat penghuni aula tersenyum, bahkan ada yang tertawa terbahak-bahak karena berhasil dikelabui. Hahaha..

Setelah masalah teknis beres, kak Nuril langsung memegang kendali penuh atas berlangsungnya acara seminar ini. Secara gamblang, kak Nuril menjelaskan bagaimana perjalanan Untold Stories of Writers 1 pada tahun 2010 silam hingga dilanjutkan dengan Untold Stories of Writers 2 Desember 2013, bertepatan dengan hari Ibu. Kemudian dilanjutkan dengan memanggil pemateri pertama. Masih muda dan berbakat. Mahasiswi dari sebuah Perguruan Tinggi di Bumoe Aceh.



Adalah dia Amalia Masturah. Perawakannya yang begitu sederhana, membuat Ira, begitu dia akrab disapa, langsung menyatu dengan penonton. Ira membawakan materi tentang “Galau Jangan Dihalau”.

Berbicara tentang galau, agaknya kata-kata ini baru 2 atau 3 tahun belakangan ini begitu marak menghiasi dunianya anak muda. Turun hujan, gak bisa ngampus, galau. Siapin proposal, mau jumpa dosen pembimbing, galau. Siap jumpa dosen pembimbing, galau juga gagara naskah proposalnya harus revisi lagi. Chat, comment gak dibalas-balas doi, galau. Apa-apa galau. Mau makan, galau, takutnya gagal OCD. Semua galau. Adooohh.. Pusing renjes pink.

Virus galau ini memang begitu fenomenal. Bahkan ada yang mempublikasikan kegalauannya di jejaring sosial ternama, seperti facebook dan twitter. “Duh, hujan, aku gaallaaauuu,, gak bisa ngampus, gimana ini?”. Begitulah kira-kira satu dari sekian banyak status fb yang mengeskpresikan kegalauan anak muda yang pernah aku baca. Sekilas, memang tidak penting banget itu status. Benar kan yak?

Nah, Ira punya solusi yang bagiku itu keren. Solusi yang sangat solutif untuk memprakarsai kegalauan anak muda agar galaunya bukanlah galau biasa, tapi galau yang produktif. Tentu saja bukan ke klinik Tong Fang. Solusi yang ditawarkan Ira adalah solusi yang sangat sederhana. Yah, paling tidak, kita tidak terlampau larut dengan kegalauan itu sendiri. Galau itu memang tidak akan pernah hilang dengan sendirinya. Karena roda kehidupan terus berputar. Masih banyak kegalauan lain yang harus kita galau-i ke depannya. Jadi, yaa galau, jangan dihalau. Gak akan bisa. Tapi bagaimana cara kita menikmati galau itu. Salah satunya dengan menulis. Dari galau, menjadi tulisan. Amazing sekali bukan?

Ira menyampaikan pengalamannya sendiri yang pada saat itu pernah galau, malah dia menemukan solusi dari kegalauannya berkat tulisan yang ia hasilkan. Nah, salah satu keuntungannya ya itu kan, kita jadi tau solusi apa yang bisa kita jadikan penangkal untuk mengusir galau itu. Hebat.

Sebelumnya, aku hanya menulis hal-hal yang aku senangi. Hal-hal yang bisa menggembirakan hati. Tidak kepikiran untuk menuliskan hal-hal galau ke dalam bentuk tulisan. Sepertinya ini bisa jadi project besar baru ke depannya. Hmmm ya ya yaa. Solusi yang begitu cerdas.

Bagi yang suka nulis kegalauan di dinding facebook sampek-sampek nyemakin beranda orang lain, udah bisa belajar nih buat mengubah statusnya yang hanya beberapa baris menjadi sebuah tulisan yang layak untuk diperbincangkan. Minimal, ada kepuasan sendiri setelah melihat hasil tulisan kita. Begitu kesimpulan singkat yang diberikan Ira menutup materinya di seminar kali ini dengan sedikit editan, hehe.

Kak Nuril pun kembali mengambil kuasa penuh dan menghadirkan pembicara kedua. Nah, sayang sekali, aku melewati beberapa bagian penting di momen ini, karena kue sesi kedua sudah datang. Kami pun kembali menjalani rutinitas secepat kilat, memasukkan kue-kue itu ke dalam kotak.

Dari kejauhan, sayup-sayur ku dengar pembacaan puisi oleh anak-anak kecil lagi sebagai selingan. Akhirnya aku tahu, ternyata mereka itu berdua. 1 anaknya Kak Mala, anggota FLP Aceh, 1 lagi anaknya Dr. Rosaria yang menjadi pengisi materi juga. Hebat sekali. Sayang, aku melewatkan pemandangan indah itu.

Setelah kami selesai memasukkan kue-kue itu ke dalam kotaknya, aku pun langsung bergegas kembali ke TKP. Wah, ternyata aku sudah melewatkan beberapa momen penting. Dr. Rosarianya udah tampil di atas panggung. Aku terheran-heran melihat semua peserta berdiri dan melakukan berbagai gerakan yang akhirnya aku tahu, oooo ini yang namanya senam otak. Aku pun mencuri-curi aksi. Sekali-kali mengikuti gerakan senam otak yang sedang diperagakan oleh ibu dokter manis ini. Mengikuti lantunan musik yang dimainkan. Seketika aku kikuk menyadari jari-jari tangan ini tidak selincah dan secepat yang dokter peragakan.

Apabila Anda tidak mampu untuk berkonsentrasi penuh, memiliki masalah dengan daya ingat atau hal lain yang terkait kinerja otak, ada baiknya Anda melakukan senam otak. Gerakannya sederhana tapi dapat memaksimalkan performa otak, karena bertujuan untuk menstimulasi, meringankan, dan sebagai relaksasi otak.
Lumayan juga nih, buat ngiklan. Hehe.

Meskipun terbilang sederhana, ternyata sulit sekali mempraktekkannya langsung. Tapi senam otak ini lumayan menghibur. Beberapa anggota FLP lainnya juga terlihat begitu ceria ketika mengikuti senam otak ini. Lucu sekali melihat aksi kocak mereka. Dan aksi itu tidak luput dari perhatian Siti, juru kamera saat itu. Langsung saja dia memotret aksi mereka yang bisa dikatakan sedikit berantakan. Mengingat biasanya mereka selalu tampil rapi dan keren. Kontras sekali.

Selesai senam otak, kak Oca, akhirnya aku tau nama panggilan beliau dari kak Shana, mempersilakan peserta untuk duduk kembali. Yah, suasana jadi semakin fresh dan gembira. Aku menikmati sekali seminar ini. Keren. Luar biasa, dengan pemateri yang luar biasa pula.

Kak Oca menyampaikan materi dengan judul “Writing is Healing”. Dari materi beliau inilah aku mendapatkan banyak sekali informasi mengenai bagaimana maniaknya penulis-penulis di luar negeri dalam kepenulisan. Bahkan ada penulis yang kekayaannya pernah melebihi kekayaan Ratu Inggris pada masanya berkat penjualan karya novelnya yang mencapai 1 milyar copy. Setelah dikalkulasikan, novelis ini bisa menulis 20 buah novel dalam setahun. Dan hitungan perharinya, dia bisa menulis 7000 kata. Keeeeren gak tu?

Yang paling mencengangkannya lagi, ada penulis yang sampai pingsan karena kegilaannya menulis. Wow, boleh jadi, karena gilanya dia dalam menulis, dia lupa menjaga kesehatan tubuh dan waktu makan. Ah, yang seperti ini sepertinya tidak baik untuk jadi contoh. Tapi semangat menulisnya, bolehlah.

Bahkan ada yang betah duduk berlama-lama dari pagi sampai sore hanya untuk menulis. Dan itu menulis non-stop. Aku kembali tercengang dibuatnya. Mengingat, biasanya dalam 2 jam saja aku langsung menggeliat seperti cacing kepanasan. Dan peserta tidak kalah tercengangnya denganku. Terbukti, ekspresi mereka, sama anehnya dengan ekspresi aku yang asik berimajinasi sendiri membayangkan aksi ekstrim penulis kelas dunia itu. Rasanya, aku tidak akan segila itu deh. Aku masih ingin kawin dulu, hiks. Eh, kenapa ini?

Salah satu tips menulis yang aku ingat dari Kak Oca adalah, saat menulis, matikan seluruh jejaring sosial. Hahai, mohon maaf kak, untuk yang 1 ini, masih tidak bisa. Masih suka ngintip-ngintip fb. Masih suka kangen fb. Halah. semoga alayisme akut ini segera mereda.

Nah, tips berikutnya, temukan waktu produktif kalian untuk menulis. Pas kali. Waktu produktifku adalah tengah malam. Ditemani suara gonggongan anjing dari universitas sebelah. Mistis-mistis gimanaaa gitu. Tapi tidak menyurutkan semangatku untuk menulis.

Tahukan kalian, tulisan ini juga aku tulis tengah malam. Membuktikan kalau memang waktu produktifku adalah pada saat orang lain telah menjelajah samudera mimpinya. Dan di saat produktif inilah, sebisa mungkin kita menuliiiiiiss terus jangan berhenti-berhenti. Seperti itu lah kurang lebih. Beliau juga menyarankan bagi penulis pemula, untuk membuat draft menulis. Jadi semacam notes gitu. Yang nantinya baru akan dikembangkan dengan kalimat yang keren-keren dengan gaya masing-masing. Karena salah satu tujuan menulis itu adalah untuk rekam jejak. Jadi, jika tidak dituliskan segera, maka dikhawatirkan akan menghilangkan momen-momen penting seiring berjalannya waktu.

Baiklah, demikian ulasan singkat dari dokter kita yang paling manis hari ini. Kak Nuril kembali memegang kendali. Tanpa memperpanjang mukaddimah, kak Nuril memanggil pemateri ketiga, yaitu kak Beby Haryanti Dewi. Kak Beby pun menaiki panggung. Oooo jadi ini orangnya. Selama ini, aku hanya sering mendengar namanya. Tegas dan penuh percaya diri. Begitulah kesan yg ditampilkan oleh kak Beby yang mengenakan jilbab ungu dan setelan baju yang berwarna ungu pula. Serasi sekali. 

Aslan dan Adit memainkan aksinya dengan menampilkan slide yang berisi karya-karya dari kak Beby dan perjalanan kariernya. Banyak sekali karya yang telah dihasilkannya. Rutinitasnya sebagai seorang ibu rumah tangga sekaligus editor dan penulis skenario untuk beberapa FTV di siaran nasional tidak menyurutkan langkah ibu dari 3 anak ini untuk terus menghasilkan karya. Tidak heran, dengan kegiatannya yang terbilang padat, kak Beby membahas materi yang berjudul “Loe Sibuk, Gue Nulis”. Saaah yaa,, saaah.

Di awal-awal slide, kak Beby menampilkan slide yang berisikan gambar pak SBY. Disitu ada tulisan yang berbunyi kurang lebih, “Sibuk mana, loe sama gue?”. Terang saja peserta bahkan anggota FLP yang hadir saat itu tertawa poh-poh droe. Kak Beby menjelaskan, di sela-sela kesibukan SBY memimpin keluarga dan negara, SBY masih bisa menyempatkan diri untuk menulis dan merampungkan sebuah tulisan, tapi lupa judulnya apa. Padahal udah dibilang pas seminar. Adoooh ingatan.

Kak Beby menegaskan, jadi intinya tidak ada kata terlalu sibuk untuk menulis. Begitulah kurang lebih. Lha presiden aja bisa nulis, masak kita yang sebagai mahasiswa dimana rutinitas kita tidak bisa disandingkan dengan orang nomor satu ini tidak bisa. Apa kata dunia? Hmm terserah dunia mau bilang apa, kita lanjut ya.

Saking asiknya kak Beby menyampaikan materi, Aslan dan Adit pun asik dengan obrolan mereka. Sehingga kak Beby harus beberapa kali memanggil nama Aslan untuk memindahkan slide. Dan kejadian ini terulang beberapa kali. Sampai akhirnya peserta tau, ooo abang itu namanya bang Aslaaaan. Hahah.

Satu hal yang tidak kalah lawaknya adalah pada saat slide yang ke-berapa lupa, terlihat gambar 2 orang nenek-nenek yang memamerkan gigi ompongnya. Berikut percakapan yang ada di gambar itu, lagi-lagi kurang lebih, kalau lebih, jangan lupa minta kembaliannya, hiiii *nyengir karena pembicaraan semakin ngawur

       Nenek 1: “Dulu pas kuliah, kamu ambil jurusan apa, sis?”
       Nenek 2: “Aku ambil hikmahnya saja”

Rasanya ingin sekali tertawa lepas. Tapi lagi-lagi, aku tidak ingin citra kerenku memudar. Halah. kalau Ungu bisa mengatakan cinta dalam hati, maka aku hanya bisa tertawa dalam hati. Dan rasanya itu nyesek. Salah sendiri. Hahaha. Tidak hanya aku yang rasanya ingin terpingkal-pingkal melihat gambar itu, tapi juga para hadirin-hadirat yang memadati aula pagi ini. Seketika ruangan penuh dengan gelak tawa yang membahenol.

Trus kak Beby bilang apalagi ya?? *mikir keras.
Ingataan,, ingaataaann, kembalilah.

Duh, sepertinya aku kehilangan beberapa memori untuk pembahasan dari kak Beby. Sayang sekali. Kita akhiri saja ya. Sekarang tibalah sesi tanya jawab. Pertanyaannya beragam. Tapi aku hanya ingat beberapa yang menurutku keren dan layak tersimpan dalam memori.

Ada abang-abang berkacamata menjelaskan sedikit uraian yang bahwa sanya dia telah merampungkan sebuah naskah dan telah ditawari oleh sebuah penerbit. Namun abang ini galau, karena penerbit itu meminta bayaran 30 persen sebagai uang muka agar naskahnya bisa diterbitkan. Kemudian beliau bertanya, apa yang seharusnya dia lakukan karena dia masih sangat awam dengan kasus itu.

Tepat sekali, kak Nuril pun melayangkan pertanyaan itu agar dijawab oleh kak Beby, yang notabene lebih berpengalaman di lini penerbitan. Nah, kak Beby mengatakan yang bahwa sanya jika kita melempar suatu naskah ke penerbit yang sebenar-benarnya penerbit, maka uang muka 30 persen itu tidak akan diminta. Kita tidak akan diminta apa-apa sebelum naskahnya diterbitkan. Begitulah kurang lebih. Sebenarnya penjelasannya panjang. Tapi otak dan pikiran yang tidak seimbang ini hanya mampu menangkap kalimat itu.

Lanjut pertanyaan kedua datang dari seorang gadis manis berbaju hitam jika tidak salah mata memandang. Dia bertanya gimana caranya jika kita udah menulis panjang-panjang terus tiba-tiba kita lupa (mendengar kata-kata lupa ini sontak peserta tertawa) apa tujuan awal penulisan kita.

Kak Nuril menyimpulkan kembali pertanyaan gadis itu dengan membubuhi kalimat ,”baiklah untuk adek dengan pertanyaan tentang amnesia gitu ya........” kalimat selanjutnya aku lupa. Tapi mendengar kata-kata amnesia itu tadi, peserta tertawa lagi. Tidak kalah membahenol dengan tawa sebelumnya. Jika tidak salah, untuk pertanyaan ini, dijawab oleh Ira. Aku tidak begitu menyimak jawaban nya saat itu karena apa ya? Lupa. Ntah hapa yang aku pikirkan saat itu. Wallahu a’lam.

Lanjut pertanyaan ketiga datangnya dari abang-abang lagi yang masih berstatus siswa. Eh, adek-adek lah ya. Oke boleh juga. Adek-adek. Adik manis ini menyampaikan pertanyaannya dengan penuh semangat. Peserta yang lain pun begitu antusias mendengar pertanyaan dari laki-laki ini. Dia mengatakan yang bahwa sanya dia sangat menyukai segala macam bacaan dan tulisan yag berbau-bau politik. Politis abis deh pokoknya. Nah pertanyaannya, apakah mungkin (baca: boleh) seseorang yang masih berstatus siswa menulis sebuah tulisan yang menyentil pemerintahan dan sistem perpolitikan di Indonesia?

Oke, untuk pertanyaan ini, kak Nuril mempersilahkan dokter untuk menjawab. Kak Oca pun langsung memberikan apresiasi untuk laki-laki ini. Karena hobinya yang terbilang langka. Menyukai hal-hal yang berbau politik. Keren sekali untuk anak muda seusianya. Politik itu terkadang kejam, dan anak muda ini malah menyukai kekejaman. Eh, salah fokus.

Kak Oca pun mengatakan, boleh-boleh saja kita menulis sebuah tulisan untuk menyentil atau mengkritisi sistem pemerintahan di negeri tercinta. Hanya saja, tidak boleh lepas dari etika menulis. Toh, menulis juga punya kode etik. Bagaimana cara menyampaikan opini, mengkritisi, berkomentar, dan lain sebagainya. Dan tidak boleh dilakukan dengan seenaknya saja tanpa bukti yang akurat. Karena berbicara tanpa bukti adalah nihil. Omong kosong. Nah, kak Oca menyarankan jika pun ingin tetap menulis tulisan yang seperti itu, perbanyak lagi referensi agar tidak menjadi bumerang untuk ke depannya dan pelajari cara-cara menulis yang baik dan sopan jika ingin mengkritisi sesuatu.

Sebenarnya ada sekitar 6 pertanyaan waktu itu. Tapi yang begitu membekas di ingatan ku hanyalah 3 ini saja. Yang lain entah kemana. Masya Allah. Bahkan aku kehilangan setengah memori daripadanya.

Sayang sekali aku tidak mengikuti hingga tuntas acara ini, karena harus menghadiri pesta pernikahan mentor UP3AI ku. Kak Arina namanya. Lengkapnya Arina Syukria. Jadi aku tidak begitu tau detail lagi ada agenda apa setelahnya. Yang pastinya sesi foto-foto. Hehe.

Pokoknya, (hehe maksa kali pakek pokoknya) keren sekali seminar Untold Stories of Writers 2 ini. Semoga ke depan akan ada lagi acara-acara berkualitas seperti ini dari FLP sendiri untuk terus memberikan sumbangsih terhadap putra-putri bangsa melalui slogan “berkarya dengan menulis”, hehe. Slogan buat sendiri. Senang sekali bisa mengikuti acara ini. Semoga bisa menjadi penyemangat untukku dalam menulis dan bagi para peserta pula. Aamiin.

Ah iya, aku melupakan sesuatu. Sebelum menutup acara, sekali lagi, kak Nuril menyuruh peserta untuk mencari sesuatu dari balik kolong kursi. Aha, ternyata ada beberapa peserta yang menemukan kertas yang berisikan tulisan “Selamat, Anda mendapatkan doorprize”. Wuuiiii keerrreeen. Enak sekali mereka. Doorprizenya berupa copy-an novel atau buku apa. Karena terlalu bising, aku tidak begitu jelas mendengarnya. Namun, ada pula yang mendapatkan tulisan “Maaf, Anda belum beruntung”. Haha. Kasihan sekali. Tapi hal itu tidak memudarkan senyum-senyum manis dari para peserta. Karena memang acara berlangsung dengan  begitu ceria, khidmat dan bisa dibilang sukses. Alhamdulillah..

Untuk FLP Wilayah Aceh, sukses terus yaaa.. 

0 komentar:

Posting Komentar