Pages

Senin, 30 Desember 2013

Lomba Mewarnai Ala Rumcay


Desember 2013 akan segera berakhir. Hanya hitungan hari saja kita akan menemui 2014 dalam kalender masehi. Begitu cepatnya hari berlalu dan berganti tahun. Nah, berbicara tentang Desember, ada satu momen yang tidak bisa diabaikan begitu saja, di samping peringatan Hari Ibu. Satu yang pasti yaitu peringatan tsunami yang jatuh pada setiap tanggal 26 Desember, sesuai dengan tanggal kejadian maha dahsyat 9 tahun lalu, yang berhasil memporakporandakan Banda Aceh saat itu.

Nah, momen ini ternyata tidak luput dari pandangan seorang Nurhasanah, ketua relawan rumcay FLP wilayah Aceh. Sanah, begitu dia biasa disapa, mengusulkan untuk mengadakan sebuah perlombaan mewarnai tingkat TK hingga kelas 5 SD sekaligus untuk mensosialisasikan rumah cahaya yang terletak di Gampong Pineung, Lr. IX, Banda Aceh. Berawal dari gagasan inilah, akhirnya relawan dan anggota FLP mengadakan perlombaan ini.

Rapat akbar pun digelar jauh-jauh hari. Hal-hal yang menjadi pertimbangan acara dibahas disini, seperti pembuatan brosur perlombaan, agenda pelaksanaan, hadiah yang akan dibagikan, waktu dan lokasi pelaksanaan, target kuota yang ingin dicapai, biaya yang dikeluarkan, dan berbagai perangkat lainnya.

Setelah beberapa diskusi ringan, akhirnya peserta diskusi sepakat agar perlombaan diadakan pada hari Minggu, 29 Desember 2013, berhubung hari Minggu adalah hari libur sekolahnya anak-anak. Lokasi yang menjadi tempat eksekusi adalah rumah cahaya, yang untuk selanjutnya kita sebut saja TKP. Target operasi yang ingin dicapai tidak lebih dari 30 orang.

Setelah mengantongi berbagai macam hasil keputusan rapat, relawan bekerja sama dengan anggota FLP langsung membagi tugas untuk mensukseskan acara ini. Brosur perlombaan segera dibagikan ke penduduk sekitar TKP. Tak lupa, sosialisasi perlombaan juga gencar menghiasi laman dunia maya, seperti facebook. Mengingat, facebook salah satu akses yang sangat produktif untuk berbagi informasi.

H-4 peserta telah mencapai 32 orang. Telah melebihi target yang telah disepakati. Luar biasa sekali antusiasme masyarakat. Tapi apalah daya kami, relawan yang keren-keren ini. Tidak kuasa menolak adik-adik yang mendaftar mendekati hari H. Terlebih mak-maknya juga ikut langsung terjun ke TKP. Masak iya sih ditolak?? Kan saaaayaang, begitu pikir beberapa anggota FLP lainnya yang juga ikut nangkring di posko pendaftaran.

H-2 relawan dan beberapa anggota FLP sibuk membereskan rumah cahaya yang akan menjadi tempat eksekusi nantinya. Jadilah peujampus puris alias sapu ijuek and the friends menjadi incaran amuk massa. Alhamdulillah rumah cahaya memiliki persediaan peujampus puris yang cukup. Alhasil kami berhasil melancarkan misi pertama: bersih-bersih rumah yang berdampingan dengan rumah cahaya. Dengan harapan rumah ini bisa ditempati oleh pendamping anak-anak nantinya. Boleh jadi, di hari-H pengunjung semakin membludak. Jadi, sedia ruangan sebelum sesak. Begitu kurang lebih.

H-1 pendaftar sudah mencapai 42 orang. Melebihi ekpektasi panitia. Panitia semakin sibuk mempersiapkan hadiah yang akan diberikan bagi pemenang dan peserta lomba. Meskipun pendaftarannya gratis, namun panitia yang super keren tidak ingin peserta yang juga keren pulang dengan tangan kosong. Mereka juga menyiapkan hadiah yang tidak kalah keren. Sungguh! Buktikan saja. Tapi nanti. Sekarang kita bahas dulu bagaimana jalannya acara.

Hari-H. Persiapan sudah semakin matang. Panitia yang terdiri dari relawan rumah cahaya dan anggota FLP sekitar pukul 12 siang telah hadir di TKP. Cuaca saat itu sangat bersahabat. Berawan. Namun, saat jarum pendek mendekati angka 1, angin kencang disertai gerimis, mulai membasahi bumi. Aroma tanah pun kiat mencuat seiring pertambahan volume curah air hujan.

Rintik hujan semakin deras. Jarum pendek akan segera bertengger di angka 2. Peserta yang datang masih terhitung belasan orang. Panitia mulai resah. Aku tidak kalah resahnya. “Ya Allah, redalah hujannya, redalah”. Tapi, alih-alih reda, hujannya malah semakin deras. Ulok sekali hujannya.

Tapi syukur, keresahan itu segera menguap. Peserta mulai bermunculan dari balik rintik hujan yang masih memainkan aksinya. Kami pun menyambut para peserta dengan hati yang senang tak ketulungan. Mengingat, ini adalah acara perdana yang dilaksanakan oleh para relawan rumcay, singkatan dari rumah cahaya. Jadi, tidak heran, jika panitia merasa sangat deg-degan akan keberhasilan acara ini.

Pukul 2 lebih 15 menit acara dimulai. Molor 15 menit karena menunggu sebagian peserta yang terjebak hujan. Momen ini dibuka oleh ketua relawan sendiri, Nurhasanah, dengan memberikan sedikit sosialisasi mengenai rumcay dan segala aktivitas di dalamnya. Apa itu rumcay, kapan rumcay ini didirikan, apa guna rumcay, dan keuntungan apa yang akan diperoleh jika masuk ke dalamnya.

Pembukaan ini berjalan dengan lancar. Selama sosialisasi tentang rumcay berlangung, peserta kanak-kanak itu mulai menyusul. Kali ini, rumcay benar-benar sesak dengan lautan manusia di dalamnya. Kami terpaksa berbagi nafas. Maaf, oksigen maksudnya. Alhamdulillah tidak ada yang sakit sesak. 

Sosialisai berakhir pada pukul 3 kurang 15 menit. Jadi kira-kira, peserta memiliki waktu 1 jam 15 menit untuk menyelesaikan tugasnya mewarnai gambar yang diberikan oleh panitia. Selama proses perlombaan berlangsung, ternyata masih ada peserta yang masih berdatangan. Alhamdulillah. TKP semakin sesak. Terpaksa panitia mengeksodus beberapa peserta untuk pindah agak ke depan. Tentu dengan tidak mengurangi kenyamanan mereka selama perlombaan berlangsung.

Takjub sekali melihat hasil karya mereka. Ada yang mengecat pakai cat kayu. Ada pula yang mengecat dengan cat krayon. Tidak hanya penggunaan warna yang menarik, namun kerapian dan kesesuaian warna dengan objek yang dicat juga tidak luput dari penilaian juri.

Panitia tidak kalah sibuknya dengan peserta. Bahkan ada panitia yang sibuk berpose dan bergaya begitu mendapati sotrotan kamera. Aih, aku salah satunya, hahah. Alayisme akut. Hmm.. menunggu ternyata tidak selamanya membosankan. Terbukti. Selama mengikuti acara lomba ini, aku tidak merasa bosan sedikit pun. Selain karena ruangannya yang begitu sederhana dan nyaman, para peserta yang masih anak-anak ini memamerkan kelucuan mereka. Ada yang rebutan cat, lirik kiri-kanan mencari-cari sosok sang Ibu, karena takut kehilangan ibunya, ada pula yang melirik kiri-kanan melihat hasil teman seperjuangan mereka.

Kocak. Tidak ingin melewati momen ini begitu saja, aku pun merekamnya dengan menggunakan telepon genggam yang saban hari aku genggam. Mengambil beberapa foto untuk (paling tidak) dijadikan kenang-kenangan dan saksi bisu perjalanan rumcay meraih sms terbanyak merebut hati masyarakat. Halah. Tidak ketinggalan dua orang bocah yang menjadi objek sasaran. Aku sedikit mengganggu mereka yang duduk bersebelahan. Meminta mereka untuk melihat ke arah kamera. Hanya sepersekian detik, aku berhasil mendapatkan foto bocah kembar laki-laki itu.

Pukul 4 kurang 15 menit sudah terlihat beberapa peserta yang telah menyelesaikan tugasnya mewarnai. Panitia lagi-lagi mengingatkan peserta untuk tidak lupa menuliskan nama dan kelas di balik gambar yang telah diwarnai. Pukul 4 teng, gambar dikumpul dan diserahkan ke dewan juri, yang terdiri dari 3 orang anggota FLP. Panitia memberikan waktu sekitar 30 menit untuk juri menentukan pemenangnya. 

Menunggu hasil pengumuman tentu saja membuat jantung para peserta goyang. Dag dig dug tidak menentu. Panitia pun mengakali hal ini jauh-jauh hari dengan menampilkan pembacaan puisi oleh relawan termuda, yaitu Munadia, siswa MAN Model Banda Aceh. Muna membacakan sebuah puisi yang bertemakan tsunami.

Ya, tsunami. Berbicara tentang tsunami, agaknya yang akan terlintas pertama kali di pikiran kita adalah suasana haru biru yang menyedihkan. Begitu pula dengan isi puisi yang dibacakan Muna. Bagiku, kalimat dan diksi yang dipilih sungguh menyentuh. Ekspresif. Enerjik. Lantang. Begitulah kesan yang ditampilkan oleh Muna yang kesehariannya cenderung pendiam.

Alih-alih membuat penonton terhenyuk, peserta lomba yang memang masih berusia anak-anak, malah ketawa-ketiwi menyaksikan relawan muda ini membacakan puisi. Renjes pink terheran-heran. Ada apa ini? Kenapa? Kenapa? Keenaaapaaaa? Kenapa mereka malah tertawa?

Aku tidak kuasa meminta penjelasan, karena ujung-ujungnya aku malah dibuat tertawa pula. Bukan karena puisinya. Tapi karena anak-anak itu yang tidak henti-hentinya tertawa manakala mendapati Muna yang sedang membaca puisi dengan irama dan intonasi yang naik turun. Padahal, bagiku, itu keren. Tapi sayang, pandangan anak-anak jauh berbeda dengan pandanganku yang tidak lama lagi akan menjadi Ibu anak-anak. Aamiin ya Allah, aamiin.

Eh, kenapa malah hilang fokus. Hmm selalu renjes pink tiba-tiba hilang fokus.

Muna menutup puisinya dengan apik. Manis sekali. Elegan. Anak-anak yang sedari tadi tertawa, malah memberikan tepuk tangan yang begitu heboh. Kesan meriahnya acara pun muncul manakala panitia meminta anak-anak ini untuk unjuk gigi. Memamerkan kebolehannya. Walhasil, tampil lah beberapa anak-anak yang memiliki kepercayaan diri tingkat dewa. Menyanyi bersama dan membaca puisi.

Sebagai tanda apresiasi, anak-anak yang maju tampil pun diberi hadiah berupa coklat. Sebagai motivasi bagi teman yang lain. Acara selanjutnya adalah (masih sembari menunggu juri menentukan pemenang) sosialisasi gempa. Anak-anak diberikan brosur yang berisi langkah-langkah yang harus dilakukan apabila gempa terjadi. Kak Liza yang begitu bersahabat, memimpin sosialisasi ini.

Beliau menceritakan pada saat tsunami 9 tahun yang lalu, banyak sekali unit yang dikerahkan untuk membantu membersihkan kota dari puing-puing bangunan sisa reruntuhan. Terlihat pula beberapa gajah yang digunakan jasanya untuk memindahkan beberapa alat berat. Untuk menghidupkan suasana, kak Liza menamai gajah itu dengan nama “Papa Geng”. Anak-anak begitu histeris saat kak Liza mempersilahkan Papa Geng muncul. Siapakah sosok yang berada dibalik topeng Papa Geng? Anak-anak menjadi begitu penasaran. Biarlah ini tetap menjadi sebuah rahasia.

Nah, selesai proses sosialisasi gempa ini, tibalah di detik-detik paling mendebarkan. Detik-detik dimana nafas menjadi sulit terkontrol. Tersengal-sengal. Jantung berdetak dengan sangat cepat. Ah, lebay. Memangnya lari marathon.

Panitia segera mengumumkan pemenangnya. Juara 1, 2, dan 3 mendapatkan piala, sertifikat, dan bungkusan menarik. Sementara juara favorit 1, 2, dan 3 memperoleh bungkusan menarik. Seperti kataku tadi, keren kan acaranya. Keren kan hadiahnya. Panitianya apalagi. Tidak usah diragukan lagi kekerenannya. Huhu. Sesi foto-foto pun tidak lepas dari schedule acara. Hehe, memanglah. Sindrom kerenisme. 

Nah, bagi peserta yang tidak memperoleh juara, tidak perlu berkecil hati. Karena panitia juga menyediakan cendra mata berupa pensil cantik untuk tiap-tiap peserta. Sebelum menutup acara, panitia kembali mengingatkan anak-anak untuk sering-sering main ke rumcay. Rumcay sendiri dibuka setiap hari Senin hingga Sabtu mulai pukul 2 siang hingga pukul 6 sore. Acara selesai pukul 5 sore. Cuaca kembali bersahabat. Cerah. Sama cerahnya dengan wajah sumringah anak-anak yang satu per satu hilang meninggalkan TKP. 



0 komentar:

Posting Komentar