Pages

Senin, 11 April 2016

Diberi Hadiah, Semoga Berkah



Ka, selamat ya udah yudisium. Qe gak bilang-bilang.

Beuuugh! Itu sms paling kurang aseum dari seorang sahabat. Baiklah, mari kita anggap saja mungkin dia merasa terabaikan selama ini, sebab tak pernah lagi dapat berita dari saya, terlebih terkait tugas akhir. Mungkin dia juga lelah, dan muncullah ide untuk menampar-nampar saya. Meski dalam hati, saya sudah ngakak terlebih dahulu. Sadar sebab dia ingin saya hubungi. 

Well, akhirnya saya balas jugalah smsnya itu. Tak pikir ini anak barangkali butuh belaian. 

“Kenapa?”

Walah, sejak kapan saya bisa balas sms sesingkat itu? Ya, cuma kenapa yang saya balas, lalu saya melanjutkan tugas-tugas harian. Tetiba hape berbunyi musik Maher Zein, petanda ada telepon yang masuk. 
 
“Hmm, Wana”, desah saya. “Ada apa, Wan?”

“Qe giliran aku sms kek gitu aja baru mau qe balas ya”, serbunya. 

Saya malah khem dhok-dhok (ketawa ngekeh) di seberang telepon. “Hehe, jadi ada apa dulu sampek telepon-telepon?”, sadar Wana mendengus, akhirnya saya mencoba untuk menahan geli.

“Jadi udah sampek mana dulu skripsi qe? Aku telpon cuma mau tanya itu aja”. Serius! Itu pertanyaan paling gak enak. 

“Qe sekalinya nelpon aku kenapa yang qe tanya skripsi? Qe gak tertarik untuk tau kabar aku? Jadi skripsi lebih penting? Fine, kita putus!” 

Tetooot...
Saya tidak sekejam itu kok bilang-bilang putus. Tapi lebih dari itu. 
*Tumis saya, Mak. Tumiiis!

Wana adalah sahabat di kampus sejak kita memutuskan untuk bergabung di sebuah kelas yang sama. Kelas yang dibentuk di FKIP Unsyiah, khusus jurusan Pendidikan MIPA. Kita terpilih dari sekian puluhan yang ikut tes per bidangnya dan dikerucutkan menjadi 25, meski pada akhirnya hanya tinggal 23 orang. Disinilah awal mulanya kita mulai menjalin komunikasi yang intens, sampai saat ini. Awalnya saya ragu-ragu, karena Wana orang Medan bah (meski kini menetap di Banda), tapi Wana yang tulus dan terkadang lucu, kian menarik saya untuk jatuh dalam persahabatan ini. 

“Jadi ada apa telepon-telepon? Qe gak tau aku sibuk?”, saya mengucapkan ini sambil geli-geli.

“Nggak, aku rencana mau hadiahin qe Al-Quran, mamak aku ada buat syukuran kecil-kecilan kemarin”, jawabnya kini dengan serius. 

“ Alhamdulillah, pas kali. Aku pun sedang butuh Al-Quran kecil biar enak dibawa-bawa.”

Tetoooooot (lagi). 
Saya keceplosan, bilangnya butuh Al-Quran kecil padahal Wana mau hadiahnya...., mari kita simak lagi.

“Oh gitu ya. Eh tapi, yang mau aku hadiahkan Al-Quran besar. Tapi ada juga Al-Quran kecil yang di rumah punya aku. Ambil aja nanti buat qe. Nanti aku ambil yang di Medan”, jelasnya.

Tetoooot (sekali lagi)
Mulut rasanya kebas. Dalam hati memaki sejadi-jadinya. Kenapa saya jadi tidak bersyukur dan mengharap lebih seperti ini? Huft! Sebenarnya bukan mengharap lebih. Hanya saja, saat Wana mengucapkan ingin menghadiahkan Al-Quran, yang terlintas di pikiran saya memanglah Al-Quran kecil yang enteng dibawa kemana-mana. Dasar pikiran!
Salah tingkah deh sayanya. Malu lebih tepatnya. 

Maafin aku ya wan. Tapi Insya allah hadiah Al-Quran qe gak akan nganggur di rumah aku. Dua-duanya akan aku gunakan. Yang besar untuk tilawah, yang kecil untuk muraja’ah. Semoga bisa istiqamah.

Kemarin Wana berangkat umroh. Setibanya di bandara Kuala Lumpur, kami masih bisa berkomunikasi lewat chat FB, sembari menanti keberangkatan menuju Jeddah. Sekarang sampai sepuluh hari ke depan, buat Wana dan Jannah, saudara Wana, semoga umrohnya berkah ya. 

Mendengar kabar Wana akan umroh, senang bukan kepalang. Sahabat saya akan umroh, sama menyenangkannya dengan berita sahabat yang akan segera mengakhiri masa lajang. Kalau istilah kekiniannya jomblo. Semoga nanti sahabat kalian yang satu ini juga bisa segera mengakhiri masa jomblonya. Aamiiin..hehe *Aamiinkan ya, tolong aamiinkan. 

Sebenarnya sudah lama ada niatan untuk menghadiahkan Al-Quran kecil. Tapi setibanya di toko buku, melihat tumpukan buku, saya jadi lupa dengan tujuan saya. Hingga akhirnya saya mendapat hadiah Al-Quran dari Wana. Berharapnya dapat Al-Quran kecil, eh saya malah dapat dua-duanya, kecil dan besar. Masya Allah. 

Antara malu, sedih, dan senang bercampur dalam three in one. 

Malu lantaran keceplosan. Bilangnya sudah lama ingin punya Al-Quran kecil, padahal Wana berniat menghadiahkan Al-Quran besar. Huft mulut!
Sedih, sebab kok ya yang saya ingat duniawi saja. Melihat tumpukan buku saya jadi lupa dengan tujuan awal. Lupa melihat-lihat rak yang tersedia Al-Qurannya. Susahnya mengendalikan nafsu.
Senang karena ini hadiah. Insya Allah lebih berkesan. Semoga berkah dan pahala bertambah-tambah dengan membaca dan mentadaburi. Syukur-syukur hafalan juga ikut berbenah.













0 komentar:

Posting Komentar