Pages

Sabtu, 02 April 2016

Isyarat Tak Beralamat



Hi there, how are you?

Kamu, apa kabar? 

Sekali saja aku ingin menyapamu santai seperti ini. Ah, tapi lagi-lagi, menurut kebiasaan, itu akan menjadi hal yang aneh. Karena aku terlalu takut untuk memulai. Malu lebih tepatnya. Jika pun bisa kusapa, kuharap angin bisa menerbangkan luahan perasaan yang tertuju padamu. 

Hei, kamu, aku kesulitan menyambangi langkah kakimu yang terus berlari-lari itu. Kuraih sepeda, kudayung sekuat tenaga, berharap bisa menyejajari langkahmu, tapi rantai sepedaku macet. Jatuh kurasa. Aku tak paham urusan ini, meski tanganku belepotan saat mencoba memperbaikinya. Ini menjadi semakin sulit karena kamu terus berlari hingga kita kian berjarak, maka kuputuskan untuk berjalan kaki saja dan memboyong serta sepeda tua ini. Kini jalanan yang kususuri semakin berat dan terasa jauh. Aku tak mampu menyusulmu. Maka dari itu, tak bisakah kamu datang menghampiriku? Dan kita jalan beriringan. 

Ah, sudah barang tentu kamu tak mampu menjawabnya. Karena itu inisiasi hati. Pinta yang takkan bisa kuminta. 

Jika saja kamu mampu mendengar jeritan rindu yang menyesakkan, berhentilah sejenak untuk sekadar berbalik tersenyum ke arahku yang tengah berpeluh.  Tapi jika tidak, teruslah berlari. Susuri jalanan bahkan lorong-lorong sempit sampai aku kepayahan dan tak punya alasan lagi untuk mengejar dan menangkap bayangmu.

Bayangmu nyaris hilang, sudah sampai dimanakah pengembaraanmu? Sedang terjebak macetkah? Kamu tidak tersesat bukan? Coba kamu periksa lagi alamat itu. Untuk kamu ketahui, kemanapun kakimu melangkah, melangkahlah dengan benar. Kuharap yang terbaik agar tak ada hati-hati yang tersakiti. Karena bukan tanpa maksud Tuhan menuntunmu menyusuri jalanan itu, dan bukan kuasaku untuk tentang Pemiliki Kuasa.

Kulayangkan surat tak beralamat ini untukmu. Semoga hembusan angin mampu menerbangkannya hingga ke depan daun pintu rumahmu. Jikalau merindumu adalah sebuah kesalahan, biarkanlah ia tercatat sebagai kesalahan yang indah. Semoga waktu kian mampu mengikis tiap keping kesalahan itu. 

Darussalam, di malam yang kelam, kian tenggelam oleh mimpi-mimpi silam.


0 komentar:

Posting Komentar