Hi there, how are you?
Kamu, apa kabar?
Sekali saja aku ingin menyapamu
santai seperti ini. Ah, tapi lagi-lagi, menurut kebiasaan, itu akan menjadi hal
yang aneh. Karena aku terlalu takut untuk memulai. Malu lebih tepatnya. Jika
pun bisa kusapa, kuharap angin bisa menerbangkan luahan perasaan yang tertuju
padamu.
Hei, kamu, aku kesulitan
menyambangi langkah kakimu yang terus berlari-lari itu. Kuraih sepeda, kudayung
sekuat tenaga, berharap bisa menyejajari langkahmu, tapi rantai sepedaku macet.
Jatuh kurasa. Aku tak paham urusan ini, meski tanganku belepotan saat mencoba
memperbaikinya. Ini menjadi semakin sulit karena kamu terus berlari hingga kita
kian berjarak, maka kuputuskan untuk berjalan kaki saja dan memboyong serta
sepeda tua ini. Kini jalanan yang kususuri semakin berat dan terasa jauh. Aku
tak mampu menyusulmu. Maka dari itu, tak bisakah kamu datang menghampiriku? Dan
kita jalan beriringan.
Ah, sudah barang tentu kamu tak
mampu menjawabnya. Karena itu inisiasi hati. Pinta yang takkan bisa kuminta.
Jika saja kamu mampu mendengar
jeritan rindu yang menyesakkan, berhentilah sejenak untuk sekadar berbalik
tersenyum ke arahku yang tengah berpeluh. Tapi jika tidak, teruslah berlari. Susuri jalanan
bahkan lorong-lorong sempit sampai aku kepayahan dan tak punya alasan lagi untuk mengejar dan
menangkap bayangmu.
Bayangmu nyaris hilang, sudah
sampai dimanakah pengembaraanmu? Sedang terjebak macetkah? Kamu tidak tersesat
bukan? Coba kamu periksa lagi alamat itu. Untuk kamu ketahui, kemanapun kakimu
melangkah, melangkahlah dengan benar. Kuharap yang terbaik agar tak ada
hati-hati yang tersakiti. Karena bukan tanpa maksud Tuhan menuntunmu menyusuri
jalanan itu, dan bukan kuasaku untuk tentang Pemiliki Kuasa.
Kulayangkan surat tak beralamat ini untukmu. Semoga hembusan angin mampu menerbangkannya hingga ke depan daun pintu rumahmu. Jikalau
merindumu adalah sebuah kesalahan, biarkanlah ia tercatat sebagai kesalahan yang indah. Semoga waktu kian mampu mengikis tiap keping kesalahan itu.
Darussalam, di malam yang kelam, kian tenggelam oleh mimpi-mimpi silam.
0 komentar:
Posting Komentar