Pages

Rabu, 04 Mei 2016

Membersamai Ustadz Salim



Lelaki ini, yang melalui perantaranya saya mendapatkan banyak ilmu baru, menaiki panggung utama. Sejak dua tahun terakhir, saya tersihir oleh tiap goresan penanya. Tak hanya ilmu, kita juga akan mampu mengeruk banyak perbendaharaan kosa kata baru. Sastra menggigit saya menyebutnya. Jika ditelusuri sejak awal debutnya, takkanlah ia sampai pada titik saat ini. Tentu akan banyak ketimpangan untuk karya-karya sebelumnya. Namun demikian, kita tidak bisa begitu saja menampik akan keluasan cakupan ilmu di dalamnya. 

Lelaki ini, yang saya gigih mencari karyanya, menulis kalimat sederhana secara emosional, sehingga tak jarang saat membaca, saya seolah kehilangan pijakan. Lelaki ini, yang karyanya begitu menguras keringat untuk dicari kini berada di hadapan para hadirin. Salim Akhukum Fillah, atau biasa disebut Salim A. Fillah. 

Lelaki asal Jogja yang kerap disapa Ustadz Salim, beberapa Minngu yang lalu mengisi sebuah seminar bedah karya dan pra nikah. Awalnya saya hanya ingin mengikuti yang kedua, namun urung. Karena sepertinya saya perlu untuk mengikuti kedua-duanya. Bismillah, saya pun mendaftar kedua seminar tersebut. 

Dari segi substansi, agaknya saya sependapat dengan apa yang dilontarkan oleh dr. Hendra yang menjadi pembedah untuk buku ‘Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim’. “Secara kesehatan,” ujar beliau, “buku ini sangat bergizi.”

Terang saja pernyataan ini membuat para tamu dan peserta seminar tersenyum simpul tanda setuju. Betapa tidak, energi yang terpancar dari karyanya ada kalanya mampu menyengat semangat. Saat hidup terasa menghimpit, kita disuguhkan dengan pemandangan masa-masa awal penyebaran Islam. Susah yang bertambah-tambah berbanding lurus dengan semangat dakwah. 

Adapun pernyataan yang tak kalah menggelitik adalah apa yang disampakan Ustadz Fathurrahman yang membedah buku Lapis-Lapis Keberkahan. “Jika boleh diibaratkan,” demikian terang beliau, “penyuka mie instan tidak cocok membaca buku ini. Yang suka buru-buru tidak cocok.” Bukan tanpa alasan, sebab membaca karya beliau tidak bisa dilahap dan dikunyah begitu saja dalam waktu singkat layaknya mie instan yang hanya bisa menjadi penunda lapar. 

Pelan dan berulang-ulang. Karena ilmu akan senantiasa menempel dengan adanya pengulangan. Tak perlu terburu-buru untuk sampai di akhir halaman, karena ini bukanlah novel yang tak jarang bikin kita penasaran dengan bagaimana endingnya. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Sayyidina Umar ibn Al-Khaththab, “Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu, belajarlah untuk tenang dan sabar.”


Teringat apa yang disampaikan Imam Syafi'i saat menanyai gurunya perihal penyebab lemahnya ingatan. Aku mengadu kepada guruku, Waki’, tentang hafalanku yang kacau. Maka ia menasehatiku agar aku menjauhi kemaksiatan. Ia memberitahuku bahwa ilmu adalah cahaya. Dan cahaya Allah takkan diberikan kepada pelaku maksiat”.

Cahaya Allah takkan diberikan kepada pelaku maksiat. 

Terkadang saya bisa menghabiskan waktu yang sangat lama untuk menamatkan satu dari sembilan karya beliau yang saya punya. Bahkan pernah sampai tergeletak begitu saja di tumpukan buku lainnnya. Rutinitas keseharian lagi-lagi menjadi kambing hitam, hingga beberapa halaman pun tak terjamah. Ah, diri, maksiat masih betah bersemayam, sehingga apa yang disampaikan tak begitu saja merasuk dan terekam. Mengulang dan mengulang lagi. Bagi saya, tak cukup sekali untuk membaca karyanya.

Menginsyafi diri yang masih sering lena akan dunia, saya kerap memaksa diri untuk tak berlebihan menggandrungi karya makhluk. Karena sejatinya, hanya Al-Quran lah yang memiliki sastra agung. Meski saat ini hanya sebatas membaca dan mengulang-ngulang hafalan yang tak seberapa, tanpa menelisik terjemahan, terlebih tafsirnya.

Ke sembilan buku ini dibubuhi tanda tangan Ustadz Salim. Tapi kok ada produk lain nyempil ya?



Awalnya, seusai acara ingin foto bareng Ustadz Salim di atas panggung, ah, tapi foto bareng beliau bukanlah hal yang terlalu istimewa. Karena yang istimewa itu, foto bareng kamu di atas pelaminan. Eaaaa




0 komentar:

Posting Komentar